Page 278 - MODUL AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH
P. 278
BAB 13
AKAD WAKAF
PENDAHULUAN
Sebelum mempraktikkan wakaf uang, pada umumnya, masyarakat Islam Indonesia
telah mempraktikkan wakaf dalam bentuk tanah. Karena itu, praktik perwakafan di
Indonesia sejatinya identik dengan wakaf tanah. Wakaf dalam bentuk tanah itulah
yang kemudian dikelola oleh para nazir (pengelola wakaf) sesuai dengan tujuan
dan peruntukan wakaf. Ada tanah wakaf yang dikelola untuk kepentingan agama
dan ada juga untuk kepentingan sosial. Tanah wakaf yang dikelola untuk
kepentingan agama, biasanya digunakan untuk membangun sarana ibadah seperti
masjid atau musola, atau untuk membangun sarana pendidikan seperti madrasah
atau sekolah. Sementara untuk kepentingan sosial, tanah wakaf digunakan untuk
membangun sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik bersalin, dan
lain sebagainya.
Sejak wakaf uang diperkenalkan oleh Mannan (2001), terjadi pergeseran praktik
wakaf di tengah-tengah masyarakat Islam Indonesia, dari wakaf tanah atau
bangunan ke wakaf tunai atau uang. Pada awalnya, status hukum wakaf tunai itu
sempat diperdebatkan mengingat ada ketentuan hukum dalam hukum Islam yang
menyatakan bahwa wakaf hendaknya berupa tanah atau bangunan. Status hukum
tentang wakaf tunai itu akhirnya dijawab Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui
fatwa tentang kebolehan wakaf tunai (2002). Sejak saat itu, wakaf tunai mulai masif
dilakukan, bahkan untuk mengelola wakaf secara profesional didirikan satu
lembaga pengelola wakaf tunai, yakni Tabung Wakaf Indonesia. Untuk menjamin
dan melindungi pelaksanaan praktik wakaf tunai itu, pada 2004 Pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. UU ini tidak
saja mengatur pengelolaan wakaf tanah tetapi juga mengatur tentang pengelolaan
wakaf tunai.
268 |MODUL USAS LEVEL PROFESIONAL – AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH