Page 92 - MODUL AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH
P. 92

A.   PENGERTIAN ISTISHNA’

                        Istishna’ secara bahasa, lafadz tersebut berasal dari kata shana’a  yang memiliki
                        kesamaan arti dengan kata ja’ala yang artinya membuat atau menciptakan. Selain

                        itu, pengertian istishna’ secara harfiah juga dijelaskan dalam kitab al-Misbah al-
                        Munir  dan  kitab  Mukhtar  al-Shihab.  sebagai  permintaan  untuk  dibuatkan  suatu

                        barang, dalam Bahasa arab kata al-shun’ah memiliki arti pekerjaan yang dilakukan

                        oleh  seorang  tukang/pengrajin  (al-shani’)  untuk  pengadaan  barang  yang  akan
                        dibeli. Sementara itu, pengertian istishna’ menurut istilah terdapat pada kitab Radd

                        al-Muhtar (4/221) dan al-Majallat al-Ahkam al-‘Adliyyaa (pasal 124) yang dikutip

                        oleh Wahbah al-Zuhaili dalam kitabnya al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh sebagai:

                        “Akad  yang  meminta  seseorang  untuk  membuat  sebuah  barang  tertentu  dalam

                        bentuk tertentu atau akad yang dilakukan oleh seseorang untuk membuat barang
                        tertentu dalam tanggungan.”


                        Pengertian  istishna’  menurut  Abu  Bakar  Ibn  Mas’ud  al-Kasani  dalam  kitab  al-
                        Bada’i was Sana’i fi Tartib al-Shara’i adalah akad transaksi  antara penjual  dan

                        pembeli dimana penjual sebagai pembuat barang menerima pesanan dari pembeli

                        sesuai spesifikasi yang telah disepakati, kemudian dijual kepada pembeli tersebut.
                        kedua belah pihak sepakat atas harga dan system pembayarannya dapat dibayar

                        dimuka, dicicil, maupun ditangguhkan.

                        Dalam literasi klasik, masalah istishna mulai mencuat setelah jadi bahan bahasan

                        madzhab Hanafi seperti yang dikemukakan dalam Majallat al-Ahkam al-Adliya.

                        Akademi  Fiqh  Islami  pun  menjadikan  masalah  ini  sebagai  salah  satu  bahasan
                        khusus  karenanya,  pembahasan  akad  jual-beli  istishna’  ini  didasarkan  pada

                        ketentuan yang dikembangkan oleh fiqih Hanafi yang selanjutnya dikembangkan
                        oleh fuqaha kontemporer.


                        Dalam kitab Fiqh Muamalah Maliyah karangan Rafiq Yunus al-Mishri, istishna’

                        didefinisikan sebagai membeli sesuatu kepada Shani’ (pengrajin), dimana sesuatu
                        tersebut sebelumnya telah diminta untuk dibuatkan jadi barang tersebut tidak siap

                        untuk langsung di jual namun masih harus dibuat dahulu. Dari sini dapat diambil




                        84 | A K A D ,   T A T A   K E L O L A   D A N   E T I K A   S Y A R I A H
   87   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97