Page 94 - MODUL AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH
P. 94

mashnu’) dan tidak dapat dipaksa untuk mengerjakannya. Pandangan ulama

                             Hanafi yang paling kuat adalah pandangan yang menyatakan bahwa istishna’
                             merupakan bagian dari akad jual-beli, yaitu jual beli barang  yang diminta

                             untuk  dibuat  (al-mashnu’).  Akad  jual  beli  efektif  (nafadz)  sejak  terjadi
                             kesepakatan dan pada saat itu telah muncul hak dan kewajiban bagi penjual

                             dan pembeli. Hanya saja kewajiban penyerahan barang ditangguhkan sesuai

                             kesepakatan.
                        2.   Sedangkan  menurut  Abu  Sa’id  al-Barada’i,  dikarenakan  arti  dari  istishna’

                             adalah  permintaan  untuk  dibuatkan  sesuatu  maka  objek  akadnya  adalah

                             pekerjaan si pembuat (‘amal al-shani’). Dari keterangan ini Abu Sa’id al-
                             Barada’i beliau menyimpulkan bahwa akad istishna’ termasuk kedalam akad

                             ijarah, yaitu ijarah jasa (ijarah ‘ala al-asykhash/a’mal). Pengertian dari ijarah
                             ‘ala  al-asykhash/a’mal  sendiri  adalah  jual  beli  jasa  (tenaga)  dari  ajir

                             (pengrajin). Dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh karangan Wahbah al-
                             Zuhaili  disebutkan  bahwa  para  ulama  menegaskan  bahwa  akad  istishna’

                             termasuk  akad  ijarah  (ijarah  ‘ala  al-asykhash/a’mal)  jika  bahan  bakunya

                             berasal  dari  pemesan,  sedangkan  pengrajin  atau  penerima  pesanan  hanya
                             membuatkannya menjadi barang jadi.

                        3.   Dalam  kitab  al-Mabsuth  (12/139)  karangan  Syams  al-Din  al-Sarkhasi
                             terdapat  penjelasan  mengenai  ikhtilaf  ulama  Hanafi  dimana  disebutkan

                             bahwa istishna’ hanya  merupakan janji  (al-wa’d) namun  bukan perjanjian
                             atau akad, tapi dapat berubah menjadi akad setelah terjadi serah terima barang

                             yang sudah.

                        4.   Menurut  jumhur  ulama  Malikiah,  Syafi’iyah,  dan  Hanabilah,  dikarenakan
                             dalam istishna’ harga (tsaman) wajib diserahkan secara tunai maka istishna

                             dikategorikan  sebagai  bagian  dari  akad  jual  beli  salam.  Berbeda  dengan

                             pendapat sebagian ulama Hanafi yang menyebutkan bahwa jual-beli istishna’
                             adalah bagian dari akad jual –beli pada umumnya (bukan bagian dari akad

                             salam).
                        5.   Dalam  kitab  al-Ghayah  Syarh  al-Hidayah  (7/115-116),  Muhammad  Ibn

                             Mahmud al-Babariti berpendapat bahwa dikarenakan dalam akad istishna’



                        86 | A K A D ,   T A T A   K E L O L A   D A N   E T I K A   S Y A R I A H
   89   90   91   92   93   94   95   96   97   98   99