Page 93 - MODUL AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH
P. 93
pengertian bahwa istishna’ adalah memproduksi suatu barang hanya untuk
pelanggan tertentu, tidak seperti jual-beli di pasar yang diproduksi dan dijual untuk
siapapun tanpa ada ketentuan. Istishna’ pada dasarnya berlaku pada pembuatan
barang kerajinan tangan.
Akad istishna’ mempunyai kesamaan dengan akad salam dan ijarah. Adapun
kesamaan dengan akad salam adalah pada barang sebagai objek akadnya (ma’qud
alaih) yang saat dilakukan akad, barang tersebut belum ada tapi baru berupa bahan
baku. Kemudian penyerupaan dengan akad ijarah adalah pada saat pemesan
(mustahni’) atau pembeli (musytari) berakad bersama pengrajin untuk dibuatkan
sesuatu disini pengrajin serupa dengan penyewa (ajiir)’.
Namun terdapat perbedaan-perbedaan antara akad istishna’ dengan akad salam dan
ijarah diantaranya perbedaan dengan akad salam ialah
1. Pada akad istishna’, barang yang dibuat adalah barang tertentu sifatnya, tidak
disyaratkan adanya sample atau contoh dipasaran baik saat akad maupun saat
penyerahan barang.
2. Pada akad istishna’ tidak diwajibkan untuk memberikan harga secara kontan
tapi boleh tangguh.
3. Sebagian ulama Hanafiyah tidak mewajibkan adanya uang muka, dan akad
istishna’ termasuk akad ghairu lazim.
Dalam kitab Ahkam al-Mu’amalat al-Syar’iyyah karangan al-Syaikh ‘Ali al-Khafif,
terdapa perbedaan pendapat di kalangan ulama Hanafiyah diantaranya:
1. Menurut Al-Hakim al-Syahid al-Mawardi, al-Shafa, Muhammad Ibn
Salamah dan penulis kitab al-Mantsur, istishna’ bararti janji (wa’d) untuk
membeli suatu barang. Ketika terjadi serah terima (taslim) dimana penjual
menyerahkan barang (al-mutsman/al-mashnu’) kemudian pembeli
menyerahkan harga (tsaman), maka janji tersebut berubah menjadi akad jual
beli. Selanjutnya menurut pendapat Muhammad Ibn Salamah, pembuat
barang (penerima pesanan) boleh mengabaikan pesanan (tidak mengerjakan
85 | A K A D , T A T A K E L O L A D A N E T I K A S Y A R I A H