Page 96 - MODUL AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH
P. 96
kesepakatan waktu maka akan membatalkan akad.
Selain itu akad jual-beli salam dan istishna’ mempunyai kesamaan dimana
keduanya mempunyai beban tanggung jawab (al-dzimmah). Adapun akad istishna’
akan batal jika dalam akad tersebut terdapat hal-hal sebagai berikut:
1. Tidak adanya kesepakatan waktu serah-terima barang (al-mashnu’). Karena
jika tidak ada kesepakan waktu serah-terima barang ini, akad istishna’ akan
menjadi batal karena gharar.
2. Adanya kesepakatan mengenai jenis dan bentuk pekerjaan yang dikerjakan
pengrajin (‘amil/shani’).
3. Adanya penentuan barang yang dibuat (mashnu’), karena ketentuan akad jual-
beli istishna’ adalah bersifat tanggungan (al-dzimmah) dari pengrajin bukan
dari pemesan. Namun dalam hal ini ulama Syafi’iyah memperbolehkan
adanya penentuan mashnu’ karena mengikuti ketentuan akad salam. Selain
itu, beliau juga memperbolehkan akad istishna’ tanpa adanya kesepakatan
waktu penyerahan barang.
Untuk akad istishna’ sendiri, Wahbah al-Zuhaili dalam kitabnya al-Fiqh al-Islami
wa Adillatuh juga mengemukakan dua dalil yang memperbolehkan
diberlakukannya akad istishna’, yaitu sebagai berikut:
1. Hadits fi’liyah (hadits berupa perbuatan Rasullah SAW) yang terdapat dalam
kitab kitab al-Mabsuth (12/138), al-Bada’i al-Shana’i (5/209), dan Fath al-
Qadir (5/355) berbunyi:
“Dari Anas RA bahwa Nabi SAW hendak menuliskan surat kepada raja non-
Arab, lalu dikabarkan kepada beliau bahwa raja raja non-Arab tidak sudi
menerima surat yang tidak distempel. Maka beliau pun memesan agar ia
dibuatkan cincin stempel dari bahan perak. Anas menisahkan: Seakan-akan
sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau” (HR.
Muslim).
2. “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara
88 | A K A D , T A T A K E L O L A D A N E T I K A S Y A R I A H