Page 106 - Modul Pengantar Fikih Muamalah
P. 106
(1) KARAKTERISTIK WA’D
Janji (Wa’d) dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu janji yang wajib dipenuhi
dan tidak wajib dipenuhi. Pembahasan janji (wa’d) terdapat dalam Fatwa DSN-
MUI dan tersebar dalam beberapa fatwa mengenai akad-akad syariah, namun secara
garis besar dapat dibedakan menjadi dua (Mubarok dan Hasanudin, 2017):
1. Janji yang secara eksplisit dinyatakan sebagai janji yang dissepakati dan
bersifat mengikat (kesepakatan), beberapa fatwa DSN yang mewajibkan
dipenuhinya janji adalah Fatwa DSN-MU Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000
tentang pembiayaan murabahah, Fatwa DSN-MU Nomor:45/DSN-
MUI/II/2005 tentang Line Facility, Fatwa DSN-MU Nomor:73/DSN-
MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah, dan Fatwa DSN-MU
Nomor:04/DSN-MUI/XII/2007 tentang Ju’alah.
2. Janji yang secara eksplisist tidak mengikat dan tidak wajib dipenuhi. Hal ini
terdapat dalam Fatwa DSN-MU Nomor:22/DSN-MUI/III/2002 tentang
Pembiayaan Ijarah Muntahiya bit Tamlik.
B. AKAD
Perjanjian sama dengan akad (al-‘aqd) namun terdapat perbedaan dimana akad
adalah kesepakatan (toestemming) para pihak yang berupa pernyataan kehendak
untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan tertentu (ijab/offerte) dan disetujui
oleh pihak lainnya (qabul/acceptansi). Perjanjian disamakan dengan akad atas
dasar bahwa dalam suatu perjanjian, para pihak dapat saling menuntut dan pihak
yang dituntut wajib memenuhi tuntutan itu (Mubarok dan Hasanudin, 2017).
Arti akad (Al-‘Aqd) secara bahasa adalah rabth (mengikat) dari kalimat rabth al-
habl (mengikat tali), mengokohkan (al’tahakkum), dan persetujuan (al-Zuhaili,
1989). Sedangkan menurut para ulama arti akad secara umum mempunyai dua
bentuk yaitu:
1. Pernyataan pihak untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang bersifat
102 | MODUL USAS PENGANTAR FIKIH MUAMALAH