Page 205 - Modul CA - Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat (Plus Soal)
P. 205
ETIKA PROFESI
DAN TATA KElOlA
KORPORAT
Pada tanggal 7 Januari 2009, Ramalinga Raju mengajukan pengunduran diri setelah menginformasikan
anggota board dan Securities and Exchange Board of India (SEBI) bahwa laporan keuangan Satyam telah
dimanipulasi.
Raju dan kepala internal audit global menggunakan berbagai teknik untuk melakukan penipuan tersebut.
Raju menciptakan berbagai rekening koran untuk melakukan penipuan. Ia memanipulasi akun bank
untuk menambah nilai kas di neraca. Ia juga memanipulasi laporan laba rugi dengan mencatat pendapatan
bunga dari akun bank palsu tersebut. Raju juga mengungkapkan bahwa ia membuat 6,000 akun gaji palsu
selama beberapa tahun dan menggelapkan uang tersebut setelah disetor perusahaan. Kepala internal audit
global perusahaan membuat identitas pelanggan palsu dan membuat tagihan palsu untuk pelanggan palsu
tersebut untuk meningkatkan total pendapatan perusahaan. Ia juga memalsukan persetujuan board untuk
mendapatkan pinjaman atas nama perusahaan. Selain itu, terdapat indikasi bahwa kas yang diperoleh
perusahaan melalui pendaftaran saham perusahaan melalui American Depository Receipts di Amerika
Serikat tidak pernah tercatat di dalam neraca (Bhasin, 2013).
Satyam semula berniat untuk mengakuisisi saham di Maytas Infrastructure Limited. Pada tanggal 16
Desember 2008, Board of Directors Satyam, termasuk 5 independent directors, telah menyetujui proposal
untuk membeli 51% saham di Maytas Infrastructure (perusahaan di bidang pengembangan infrastruktur,
konstruksi, dan manajemen proyek) senilai $300 juta dan semua saham Maytas Properties (perusahaan
investasi real estat) senilai $1.6 juta. Raju memiliki 37% kepemilikan di Maytas Infrastructure dan 35%
DOKUMEN
kepemilikan di Maytas Properties (seluruh saham dimiliki anggota keluarga Raju). Tanpa menunggu
persetujuan pemegang saham, Board of Directors menyetujui keputusan manajemen (Bhasin, 2013).
Keputusan untuk melakukan akuisisi tersebut kemudian dibatalkan 12 jam kemudian, setelah investor
menjual saham Satyam dan mengancam akan menuntut manajemen perusahaan. Hal ini kemudian diikuti
dengan tuntutan hukum di Amerika Serikat terkait dengan keputusan akuisisi Maytas tersebut. Investment
IAI
bank DSP Merrill Lynch, yang ditunjuk Satyam untuk mencari partner atau pembeli untuk perusahaan,
akhirnya melaporkan perusahaan (blew the whistle) dan menghentikan perikatannya dengan perusahaan
segera setelah mereka menemukan adanya kejanggalan keuangan (Bhasin, 2013).
Behan (2009) menyampaikan sejumlah praktik board governance di Satyam:
1. Komposisi Dewan
Dari 6 orang non executive board, empat diantaranya adalah akademisi, satu orang adalah mantan
sekretaris kabinet dari pemerintah India, dan satu orang yang merupakan mantan CEO dari perusahaan
teknologi. Dua dari independent directors Satyam mempunyai jabatan sebagai anggota board dalam 8
perusahaan lain.
2. Independensi Dewan
UU Perseroan di India mengharuskan sepertiga dari board of directors harus independen, tetapi
perusahaan mempunyai diskresi untuk menunjuk independent directors tersebut. (Kunal, 2011).
Satyam menyebutkan bahwa lima dari 9 directors di perusahaannya adalah independent directors.
Salah satu independent directors Satyam adalah Profesor dari Harvard Business School yaitu Krishna
Palepu, yang menerima pembayaran sebesar $200,000 dalam setahun terkait dengan jasa profesional
yang diberikannya ke perusahaan. Dalam kasus Satyam, independent directors ditunjuk oleh pihak yang
paling terlibat dalam kasus tersebut (Kunal, 2011).
Posisi chairman dan CEO di Satyam dipegang dua orang yang berbeda, namun keduanya adalah saudara
(yaitu Ramalinga Raju dan B. Rama Raju). Selain itu, non-management directors juga tidak melakukan
pertemuan secara berkala dengan management directors.
Tujuh dari semibilan directors yang hadir dalam rapat board pada saat pengambilan keputusan secara
bulat untuk mengakuisisi Maytas Infra dan Maytas Properties. Dua directors yang tidak berpartisipasi
196 Ikatan Akuntan Indonesia