Page 79 - MODUL AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH
P. 79
BAB 4
AKUNTANSI SALAM
PENDAHULUAN
Dalam muamalah, transaksi yang mengandung unsur gharar tidak diperbolehkan.
Gharar dilarang karena adanya ketidakjelasan, manipulasi dan eksplotasi informasi
serta ketidakpastian akad yang dilakukan oleh salah satu pihak pada pihak lain.
Salah satu contoh gharar adalah menjual sesuatu yang belum berada di bawah
penguasaan penjual. Akan tetapi, ada salah satu bentuk akad, di mana barangnya
belum tersedia, tapi tetap diperbolehkan dalam syarit Islam. Akad tersebut adalah
Ba’i as Salam. Secara terminologi, para fuqaha mengenal bai as Salam sebagai al
mahawi’ij (barang-barang mendesak), karena ini merupakan jenis jual beli yang
dilakukan mendesak, walaupun barang yang diperjualbelikan belum berada di
tempat. Ghazaly, Ihsan dan Shidiq (2018) menjelaskan bahwa, pada transaksi
salam, pembeli biasanya sangat membutuhkan barang di kemudian hari, sementara
si penjual sangat membutuhkan uang. Atas dasar inilah kemudian akad salam
dikecualikan dari gharar. Sebagai negara agraris, Indonesia sangat potensial untuk
mengembangkan akad salam ini. Oleh karena itu, keberadaan akad salam dalam
konteks muamalah di Indonesia tidak hanya diatur melalui fatwa DSN, tetapi juga
diperkuat dengan atutan akuntansinya melalui PSAK 102.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi modul ini diharapkan peserta dapat:
1. Menguasai konsep teoretis secara mendalam tentang pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan akad salam sebagai bagian dari elemen laporan
keuangan syariah.
2. Mampu secara mandiri mengaplikasikan prinsip akuntansi atas transaksi
salam sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah yang berlaku.
3. Mampu secara mandiri menganalisis dampak perubahan SAK Syariah dan
72 |MODUL USAS LEVEL PROFESIONAL - AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH