Page 10 - MODUL AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH
P. 10

A.   WA’D

                        Al-wa’d dalam hukum islam dapat diartikan sebagai kesanggupan seseorang/pihak
                        tertentu untuk melakukan dan/atau tidak melakukan suatu kegiatan tertentu. Janji

                        ini umumnya dapat berbentuk hanya berupa ijab penawaran sukarela (offering) dari
                        satu  pihak  tanpa  disertai  persetujuan  dari  pihak  lainnya  (qabul)  (Mubarok  dan

                        Hasanudin, 2017).


                        Berikut pengertian, wa’d secara bahasa (etimologi) dan istilah (terminologi) dalam
                        kajian ilmu tauhid. Para ulama memberikan pengertian secara bahasa (etimologi)

                        bahwa konsep wa’d disandingkan dengan kata wa’id yang berarti janji dan ancaman
                        dari  Allah  SWT,  sehingga  wa’d  dapat  diartikan  sebagai  hadda  (ancaman),  dan

                        wa’id diartikan sebagai takhawwafa (menakut-nakuti).


                        Sedangkan secara terminologis  arti wa’d dijelaskan para ulama sebagai berikut:

                        1.   pernyataan dari pihak/seseorang (subjek hukum) untuk melakukan atau tidak

                             melakukan sesuatu.
                        2.   perbuatan yang dijanjikan, dilakukan di masa yang akan datang (istiqbal)

                        3.   dari  segi  norma,  perbuatan  yang  akan  dilakukan  tersebut  merupakan

                             perbuatan baik.
                        Pengertian wa’d menurut ‘Izz al-Din Muhammad Khawajah (1993), dalam kitab

                        Nazhariyyat  al-‘aqd  fi  al-Fiqh  al-Islami  adalah  pernyataan  kehendak  dari
                        pihak/seseorang  tertentu  untuk  melakukan  sesuatu  yang  baik  (atau  tidak  akan

                        melakukan sesuatu yang buruk) di masa yang akan datang.

                        Janji tidak hanya dapat dilakukan oleh satu pihak tanpa melibatkan pihak yang lain.

                        Ketika dua orang melakukan sebuah perjanjian, maka kedua orang tersebut akan

                        saling berjanji (al-muwa’adah). Menurut Nazih Ahmad (2007) dalam kitab fi Fiqh
                        al-Mu’amalat al-Maliyyah al-Mu’ashirah: Qiraah Jadidah, al Muwa’adah dapat

                        diartikan sebagai suatu keadaan dimana satu pihak berjanji akan melakukan sesuatu

                        pada masa yang akan datang dan pihak lain yang menerima janji itu juga melakukan
                        perjanjian untuk melakukan perbuatan hukum yang setara dengan pihak pertama

                        yang membuat janji.






                        2 | A K A D ,   T A T A   K E L O L A   D A N   E T I K A   S Y A R I A H
   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15