Page 13 - MODUL AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH
P. 13
terucap karena merupakan janji untuk melakukan akad pada masa mendatang.
3. Dalam akad berlaku kaidah al-kharaj bi al-dhaman (kewajiban berbanding
lurus dengan hak) dan al-ghurm bi al-gharm (keuntungan berbanding dengan
risiko). Misalnya dalam akad jual beli dimana mabi’ (barang yang diperjual
belikan) telah berpindah kepemilikannya dari penjual kepada pembeli, maka
disini pembeli selaku pemilik dari mabi’ ini sesaat setelah akan langsung
dikenakan kewajiban untuk memelihara mabi’tersebut dan mempunyai hak
atas harga mabi’ tersebut yang sebelumnya merupakan hak dan kewajiban
penjual. Dalam muwa’adah tidak berlaku dua kaidah ini karena saat saling
berjanji, belum terjadi pengalihan kepemilikan objek yang dijanjikan.
Meskipun berbeda antara akad dan wa’d, terdapat beberapa persamaan dalam segi
sifat yaitu:
1. Janji dan akad bersifat mengikat (mulzim) sehingga pihak yang memiliki sifat
wanprestasi boleh dipaksa untuk mentaatinya jika syarat-syaratnya telah
terpenuhi untuk menjamin kepastian hukum.
2. Pengalihan kepemilikan objek akad (intiqal al-milkiyyah), hak, dan
kewajiban para pihak, dan kesetaraan antar hak untuk memperoleh
keuntungan dan kewajiban menanggung kerugian (al-kharaj bi al-dhaman).
D. KARAKTERISTIK WA’D
Janji (Wa’d) dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu janji yang wajib dipenuhi
dan tidak wajib dipenuhi. Pembahasan janji (wa’d) terdapat dalam Fatwa DSN-
MUI dan tersebar dalam beberapa fatwa mengenai akad-akad syariah, namun secara
garis besar dapat dibedakan menjadi tiga (Mubarok dan Hasanudin, 2017):
1. Janji yang secara eksplisit dinyatakan sebagai janji yang disepakati dan
bersifat mengikat (kesepakatan), beberapa fatwa DSN yang mewajibkan
dipenuhinya janji adalah Fatwa DSN-MU Nomor:04/DSN-MUI/IV/2000
tentang pembiayaan murabahah, Fatwa DSN-MU Nomor:45/DSN-
MUI/II/2005 tentang Line Facility.
5 | A K A D , T A T A K E L O L A D A N E T I K A S Y A R I A H