Page 15 - MODUL AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH
P. 15
diantaranya yaitu ulama Hanafiyah (al-Syarkhasi dan Ibn Abidin), ulama Hanabilah
(al-Bahuti), ulama Malikiyah (Syekh Ilyas dan Ibn Rusyd), ulama Syafi’iyah (Imam
an-Nawawi dan Ibnu Allan dan ulama al-Zhahiriah (Ibn Hazm).
Alasan dianjurkannya menunaikan janji adalah dengan berdasar pada QS al-Shaf
(61): 2-3, yaitu termasuk dosa besar bagi orang yang mengatakan sesuatu kepada
pihak lain, tapi orang yang berkata tersebut tidak melaksanakan apa yang
diucapkannya, selain itu terdapat dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim
dari Abu Hurairah mengenai tanda-tanda orang munafik, diantaranya adalah
apabila diberi berjanji maka ia mengingkari, dan apabila diberi kepercayaan ia
menghianati.
Mahmud Fahd Ahmad al-Amuri (2004) dalam al-Wa’d al-Mulzim fi Shiyagh al-
Tamwil al-Maharifi al-Islami lebih merincikan pendapat para ulama yang telah
disebutkan oleh Wahbah al-Zuhaili, diantaranya:
a) Ulama Hanafiyah
Imam al-Sarkhasi menyatakan bahwa janji yang tidak berkaitan (mu’alaq)
dengan syarat atau sebab maka janji tersebut tidak bersifat mengikat
(mulzim). Maka hukum memenuhi janji ini adalah hanya sebatas dianjurkan
(mandub/sunah).
Dalam penjelasan Ibn Abidin, janji sendiri bersifat tidak mengikat (ghairu
mulzim) sehingga tidak wajib juga untuk dipenuhi. Tetapi perbuatan menepati
janji adalah termasuk perbuatan yang terbaik sehingga dianjurkan untuk
memenuhinya (la yulzim al-wafa’ bi al-wa’d syar’ wa in waffa biha wa
na’amat).
b) Ulama Hanabilah
Menurut Imam al-Bahuti yang mengacu pada penjelasan Imam Ahmad ibn Hanbal
yang menyamakan hukum janji dengan hukum hibah sebelum serah terima (qabdh),
sehingga janji bersifat tidak mulzim dan tidak wajib untuk dipenuhi.
7 | A K A D , T A T A K E L O L A D A N E T I K A S Y A R I A H