Page 31 - Modul Pengantar Fikih Muamalah
P. 31
A. PENETAPAN HUKUM DENGAN METODE USHUL FIQH
Para ulama ketika menghadapi suatu masalah atau fakta sosial yang membutuhkan
penentuan hukum baru biasanya melakukan serangkaian proses dengan tujuh pertanyaan,
diantaranya (Abidin, 2017):
1. Apa objek dari permasalahan tersebut.
2. Lafal istilah apa yang kira-kira sesuai dengan permasalah tersebut.
3. Apakah istilah itu telah jelas menggambarkan permasalahan tersebut.
4. Apakah pembahasaan dari istilah tersebut cukup jelas untuk langsung
mendeskripsikan masalah tersebut atau masih berupa isyarat.
5. Apakah deskripsi tersebut tersirat atau tersurat.
6. Apakah isyarat masalah tersebut umum, khusus, mutlak, atau terikat (muqayyad).
7. Bagaimana bentuk masalah yang menimbulkan hukum berasal dari Qur’an dan
Sunnah (taklifi) itu, apakah berupa perintah atau larangan.
Proses penetapan hukum (istinbath) pertama kali dengan menetapkan objek yang akan
dihukumi tersebut, baik berupa kegiatan yang dapat ditemui sehari-hari maupun tidak. Para
ulama telah bersepakat bahwa segala sesuatu yang berasal dari ucapan maupun perbuatan
seseorang, berupa ibadah maupun mu’amalat, ataupun kejahatan semuanya mempunyai
hukum dalam syari’at Islam. Selanjutnya objek hukum tersebut akan diteliti dan dikaji yang
kemudian dicari inti dari permasalahan yang akan dihukumi untuk ditentukan apakah hal
tersebut dapat dihukumi dengan petunjuk yang tegas (nash) yang sudah ada atau tidak.
Dalam hal ini, sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua yaitu sumber hukum yang
memang secara terang terangan telah ada dalam nash Al-Qur’an dan hadits, dan sumber
hukum yang tidak terang-terangan berdasarkan nash tapi berdasarkan dalil-dalil syari’at
yang berdiri diatasnya (Khalaf, 2005).
Ushul fiqh menurut istilah adalah ilmu, peraturan dan pembahasan yang dengan itulah
orang dapat menggunakan hukum-hukum syar’i amaliyah secara terperinci. Ushul fiqh
sendiri bertujuan untuk dipraktekkan dalam perundang-undangan (hukum) suatu perbuatan
melalui penyelidikan terperinci agar sampai pada syari’at yang melahirkan kaidah-kaidah
(qawaid) dalam memahami hukum nash, dengan perundang-undang dan pembahasannya
dapat menjadi penguat ketika terjadi pertentangan atau sengketa. Para ulama menetapkan
bahwa untuk menetapkan suatu dalil-dalil yang diperguunakan terhadap hukum-hukum
27 | MODUL USAS PENGANTAR FIKIH MUAMALAH