Page 48 - Modul Pengantar Fikih Muamalah
P. 48

harus memberikan alasan dari semua yang dilakukannya. Sebab Dia adalah Tuhan

                             Yang  Maha  Berkehendak,  maka  semua  yang  dilakukannya  semata-mata  atas
                             kehendaknya, tanpa harus memberi alasan untuk apa tujuannya dan apa maksudnya.


                        Salah satu pencetus dari Maqashid Syariah adalah Abu Ishaq al Syatibi, atau yang dikenal
                        dengan imam Asy-Syatibi melakukan reformasi pemikiran untuk menjawab permasalahan

                        umat dengan tiga jalan (Duski, 2013):

                        1.   Beliau melakukan rekonstruksi maqashid syariah dengan berdasar bahwa ushul fiqh

                             yang  dipelopori  ulama  asy  ‘ariyah  kurang  dapat  relevan  dalam  menyelesaikan
                             tantangan zaman.
                        2.   Beliau  beranggapan  dasar  qath’i  dan  dzanni  dalam  ushul  fiqh  terlalu  sederhana

                             dalam memutuskan suatu hukum.
                        3.   Pengembangan  konsepsi  maslahah  mursalah  yang  khas  mazhab  Maliki  yang

                             ditopang  dengan  pendekatan  ganda,  mengikat  diri  secara  proporsional  pada
                             pemahaman tekstual dan pencarian tiada henti akan tujuan syariah.


                        Bagi Shatibi, ia memandang syariah secara esensial dihubungkan dengan wahyu dan bisa
                        dipertahankan  dalam  rangka  kelangsungan  dan  kebutuhan  ijtihad.  Maqashid  Syariah

                        merupakan  kelanjutan  dan  pengembangan  dari  konsep  maslahah  mursalah  yang  telah
                        dikembangkan pada masa sebelum Imam Syafi’i, menurut beliau dalam berhukum Islam
                        haruslah sama dasarnya terutama dari segi maksud dan tujuannya.


                        Menurut  imam  Al-Syatibi,  maslahat  secara  syari’at  adalah  menarik  manfaat  dan

                        menjauhkan dari kerusakan atau mafsadat yang dalam tindakan ini tidak hanya berdasar
                        pada  akal  sehat  saja  tapi  juga  untuk  menjaga  hak  antar  sesame  hamba  Allah  SWT.
                        Sehubungan dengan hal inilah, justifikasi pendapat Al-Syatibi patut dikemukakan bahwa

                        akal tidak dapat menentukan baik dan jahatnya sesuatu, maksudnya adalah akal tidak boleh
                        menjadi subjek atas syariat. Di sini sebenarnya dapat dipahami bahwa Al-Syatibi dalam

                        membicarakan  maslahat  memberikan  dua  dlawabith  al-maslahat  (kriteria  maslahat)
                        sebagai batasan: Pertama, maslahat itu harus bersifat mutlak, artinya bukan  relatif atau
                        subyektif yang akan membuatnya tunduk pada hawa nafsu. Yang kedua, sifat dari maslahat

                        adalah universal dapat diterapkan secara keseluruhan (kulliyat) yang tidak bertentangan
                        dengan cabang-cabang dari penerapannya (juziyat).







                        44 | MODUL USAS PENGANTAR FIKIH MUAMALAH
   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53