Page 43 - Modul Pengantar Fikih Muamalah
P. 43

Contoh kasus istihsan:


                        Menurut  fikih  madzhab  Hanafi,  sisa  yang  dimakan  oleh  binatang  buas  seperti  burung
                        garuda,  burung  gagak,  burung  bazi,  burung  hadaah  (elang  yang  putih  kepalanya)  dan

                        burung rajawali. Sekalipun suci dan baik, namun dianggap najis secara qiyas. Dari contoh
                        ini terdapat dua bentuk:


                        1.   Bentuk  Qiyas:  sisa  yang  dimakan  oleh  binatang  yang  haram  dagingnya  seperti
                             binatang buas yang menerkam binatang ternak, seperti macan tutul, harimau dan

                             serigala maka sisa yang dimakannya mengikuti kepada hukum daging hewan buas
                             tersebut.
                        2.   Bentuk  Istihsan:  burung  buas  termasuk  haram  dagingnya  (diqiyaskan  dengan

                             binatang buas lainnya (qiyas jalil). namun air ludah yang keluar dari dagingnya tidak
                             bercampur dengan sisa yang dimankannya karena burung minum dengan paruh yang

                             mana  paruh  itu tulang  yang  bersih.  Sedangkan  binatang  buas  itu  minum  dengan
                             lidahnya yang bercampur dengan air ludahnya. Dalam hal ini dianggap najis sisa-sia
                             barang yang dimakan binatang buas baik burung buas maupun binatang buas lainnya

                             (qiyas khafiy).


                        Dari keterangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya istihsan bukan
                        merupakan sumber tasyri’ yang berdiri sendiri karena disini dalil qiyas khafiy menguatkan
                        hukum qiyas jalil dan menjadi istishna’i (cabang) dari hukum kulli yang pertama.


                        (d)   Maslahat Mursalat


                        Mashlahat mursalat berarti mutlak, sedangkan menurut istilah ushul maslahat mursalat

                        berarti kemaslahatan yang tidak disyariatkan oleh hukum syar’i untuk ditetapkan dan tidak
                        ada dalil syar’i yang menunjukan i’tibar atau pembatalannya. Dinamakan mutlak karena
                        tidak  dikaitkan  dengan  dalil  yang  menerangkan  atau  membatalkannya.  Contoh  dari

                        maslahat mursalat seperti sahabat yang mendirikan penjara, mencetak mata uang, atau
                        menetapkan  pemungutan  pajak  tanah  pertanian.  Disini  tasyri’  hukum  dari  maslahat
                        mursalat  tidak  dimaksudkan  selain  untuk  menetapkan  kemaslahatan,  mendatangkan

                        kemanfaatan, dan menghapuskan kebatilan di masyarakat.


                        Kemaslahatan  ini  tidak  melingkupi  seluruh  kehidupan,  ia  hanya  menyesuaikan  dengan
                        masyarakat yang ada pada masyarakat dengan mengikuti perkembangan yang berbeda-




                        39 | MODUL USAS PENGANTAR FIKIH MUAMALAH
   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48