Page 69 - Modul Pengantar Fikih Muamalah
P. 69
jual-beli (bai’), ijarah (sewa-menyewa), rahn (gadai), syirkah, mudharabah,
muzara’ah, dan sebagainya.
2. Akad Ghairu Musamma
Akad-akad yang tidak diberikan namanya secara tertentu, dan tidak
ditentukan hukum-hukumnya oleh syara’ (Ash Shiddieqy, 1999).
Berdasarkan segi hukum dan sifatnya, maka akad dibagi menjadi:
1. Akad Shahih
Yaitu akad sah yang memenuhi rukun dan syarat.
2. Akad Bathil
Yaitu akad yang tidak sah karena adanya rukun dan syarat yang tidak
terpenuhi. Misalnya: jual beli yang dilakukan oleh anak di bawah umur, jual
beli babi atau minuman keras, dan sebagainya (Zahrah, 1962).
Untuk pembagian dari akad tidak sah menjadi akad rusak dan akad batal
berdasarkan pendapat dari ulama Hanafiyyah, sedangkan ulama mazhab lain
berpendapat akad tidak sah adalah akad yang sama sekali tidak pernah dipandang
terjadi dan oleh karenanya tidak mempunyai akibat hukum.
Berdasarkan kertegantungannya kepada hal-hal lain, maka akad dibagi menjadi:
1. Akad Nafidz
Merupakan akad yang terjadi antara pihak yang memiliki kecakapan dan
kekuasaan melakukan akad, baik itu kekuasaan asli atau atas nama orang
lain. Misalnya: akad yang dilakukan oleh orang yang berakal sehat dan telah
dewasa atas nama diri sendiri menyangkut harta benda yang dimiliki sendiri
pula, atau yang diwakilkan.
2. Akad Mauquf
Merupakan akad yang terjadi dari orang yang memenuhi syarat kecakapan,
tetapi tidak mempunyai kekuasaan melakukan akad, seperti akad yang
dilakukan oleh anak tamyiz (Basyir, 2000).
65 | MODUL USAS PENGANTAR FIKIH MUAMALAH