Page 270 - MODUL AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH
P. 270
F. UNSUR KERELAAN DALAM HAWALAH
(1) KERELAAN MUHAL
Mayoritas ulama Hanafiah, Malikiah dan Syafi’iah berpendapat bahwa kerelaan
muhal (orang yang memberi utang) adalah hal yang wajib dalam hiwalah karena
utang yang dipindahkan adalah haknya, maka tidak dapat dipindahkan dari
tanggungan satu orang kepada yang lainnya tanpa kerelaannya. Demikian ini karena
penyelesaian tanggungan itu berbeda-beda, bisa mudah, sulit, cepat dan tertunda-
tunda. Hanabilah berpendapat bahwa jika muhal’alaih (orang yang menerima
pengalihan utang) itu mampu membayar tanpa menunda-nunda, muhal (orang yang
memberi utang) wajib menerima pemindahan itu dan tidak diisyaratkan adanya
kerelaan darinya.
Alasan mayoritas ulama mengenai tidak adanya kewajiban muhal (orang yang
memberi utang) untuk menerima hiwalah adalah karena muhal ‘alaih kondisinya
berbeda-beda dimana terkadang mudah untuk membayar dan terkadang kesulitan
membayar. Dengan demikian, jika muhal ‘alaih mudah dan cepat membayar
utangnya, dapat dikatakan bahwa muhal wajib menerima hiwalah. Namun jika
muhal ‘alaih termasuk orang yang sulit dan suka menunda-nunda membayar
utangnya, semua ulama berpendapat muhāl tidak wajib menerima hiwalah.
(2) KERELAAN MUHAL ALAIH
Mayoritas ulama Malikiah, Syafi’iah dan Hanabilah berpendapat bahwa tidak ada
syarat kerelaan muhal ‘alaih, ini berdasarkan hadist yang artinya: jika salah seorang
diantara kamu sekalian dipindahkan utangnya kepada orang kaya, ikutilah
(terimalah) (HR.Bukhari dan Muslim). Di samping itu, hak ada pada muhīl dan ia
boleh menerimanya sendiri atau mewakilkan kepada orang lain. Hanafiah
berpendapat bahwa diisyaratkan adanya kerelaan muhal ‘alaih karena setiap orang
mempunyai sikap yang berbeda dalam menyelesaikan urusan utang piutangnya,
maka ia tidak wajib dengan sesuatu yang bukan menjadi kewajibannya. Pendapat
yang rajih (valid) adalah tidak disyaratkan adanya kerelaan muhal ‘alaih. Dan
261 | A K A D , T A T A K E L O L A D A N E T I K A S Y A R I A H