Page 267 - MODUL AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH
P. 267
(4) SYARAT-SYARAT AL-MUHAL’ALAIH
Syarat-syarat muhāl alaih sama dengan syarat-syarat almuhal yaitu :
1. Ia harus memiliki kelayakan dan kompetensi dalam mengadakan akad yaitu harus
berakal dan baligh.
2. Ridho pihak al-muhal’alaih.
3. Qabulnya al-muhal’alaih harus dilakukan di majlis akad.
(5) SYARAT-SYARAT MUHAL BIH
Ulama sepakat bahwa syarat al-muhal bih ada dua yaitu :
1. Al-muhal bīh harus berupa al-damain (harta yang berupa utang).
Pihak al-muhil memiliki utang kepada pihak al-muhal. Apabila tidak, maka
akad tersebut adalah akad al-wakalah (perwakilan) sehingga selanjutnya
secara otomatis hukum dan peraturan akad al-wakalah, bukan akad al-
hiwalah. Berdasarkan syarat ini maka tidak sah mengadakan akad al-hiwalah
dengan al-muhal bih berupa harta al-ain yang barangnya masih ada, belum
rusak atau binasa. Karena al-ain tersebut bukan merupakan suatu yang berada
dalam tanggungan.
2. Tanggungan utang yang ada sudah positif dan bersifat mengikat seperti utang dalam
akad pinjaman utang (al-qardh).
Akad al-hiwalah dengan al-muhal bih yang berupa harga al-mukhotobah
(sejumlah uang yang dibayarkan si budak kepada majikannya sebagai syarat
kemerdekaannya) sedangkan si budak adalah sebagai al-muhal ‘alaih
dihukumi tidak sah. Secara garis besar bisa dikatakan bahwa setiap
tanggungan utang yang tidak sah dijadikan sebagai al-makfuul bihi, maka
juga tidak sah dijadikan sebagai al-muhal bih yaitu harus berupa utang yang
hakiki, sudah nyata dan positif tidak bersifat spekulatif dan masih
mengandung kemungkinan antara ada dan tidak. Disyaratkannya utang yang
ada harus berstatus positif dan mengikat adalah pendapat jumhur selain ulama
Hanabilah. Sementara itu, ulama Hanabilah memperbolehkan hiwalah
terhadap utang berupa harga akad mukhatabah dan utang berupa harga
pembelian selama masa khiyar. Ulama Syafi’iyah memperbolehkan utang
258 | A K A D , T A T A K E L O L A D A N E T I K A S Y A R I A H