Page 119 - Modul CA - Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat (Plus Soal)
P. 119
ETIKA PROFESI
DAN TATA KElOlA
KORPORAT
tertentu dalam menyiapkan laporan keuangannya. PSAK 7 selanjutnya merinci kriteria orang atau entitas
yang memiliki relasi.
Transaksi antar pihak berelasi/mengandung benturan kepentingan dapat mencakup transaksi yang bersifat
operasional dan rutin, seperti transaksi penjualan dan pembelian barang dan jasa, serta dapat juga berupa
transaksi strategis seperti pendanaan, investasi, merger, dan lainnya. Transaksi antar pihak berelasi dapat
dilakukan dengan tujuan efisiensi, misalnya seperti penghematan biaya penjualan dan pemasaran, menjaga
kemandirian ketersediaan dan kualitas bahan baku, dan lainnya.
Namun demikian transaksi pihak berelasi/mengandung benturan kepentingan juga berpotensi menjadi
abusive terhadap pihak tertentu.
Transaksi abusive tersebut terjadi ketika manajemen dan/atau pemegang saham pengendali dapat
mengarahkan transaksi yang hanya menguntungkan perusahaan yang dikendalikannya dan menyebabkan
kerugian di perusahaan yang berelasi. Misalnya sekelompok pemegang saham memiliki kendali di PT A dan
pengaruh yang signifikan di PT B. PT B memasok bahan baku ke PT A. Kelompok pemegang saham dan/
atau manajemen yang mewakilinya di PT B dapat mengarahkan transaksi penjualan ke PT A tersebut pada
harga tertentu agar PT A memperoleh bahan baku di bawah harga wajar sehingga mampu memperoleh
keuntungan lebih besar pada saat menjual hasil produksinya. Sementara PT B mungkin memperoleh
keuntungan yang lebih kecil atau bahkan merugi dikarenakan transaksi tersebut. Pemegang saham non-
pengendali di PT B akan dirugikan dengan transaksi pihak berelasi seperti ini. Hal serupa dapat terjadi
DOKUMEN
dalam bentuk transaksi lainnya, termasuk transaksi pendanaan, investasi, merjer, akuisisi, dan lain-lain.
Oleh sebab itu diperlukan pelaksanaan prinsip-prinsip yang melindungi pemegang saham, khususnya
pemegang saham non-pengendali, dari transaksi pihak berelasi yang bersifat abusive.
Menurut prinsip OECD ke-3, sub-prinsip A.2, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
IAI
menangani transaksi pihak berelasi yang berpotensi abusive, yaitu sebagai berikut:
a. Memberlakukan regulasi yang mewajibkan pengungkapan transaksi pihak berelasi/mengandung
benturan kepentingan yang dilakukan perusahaan.
b. Memberlakukan regulasi yang menegaskan peran Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan
terhadap transaksi pihak berelasi/mengandung benturan kepentingan sebagai wujud tanggung jawab
anggota Dewan Komisaris kepada perusahaan dan seluruh pemegang saham.
c. Memberlakukan regulasi yang mengatur bahwa transaksi yang dilakukan untuk kepentingan kelompok
usaha tertentu harus dikompensasikan dengan penerimaan manfaat sepadan dari kelompok usaha
lainnya.
d. Memberlakukan hak untuk memesan saham lebih dulu atas penerbitan saham baru perusahaan.
e. Memberlakukan regulasi yang mewajibkan persetujuan RUPS atas transaksi pihak berelasi dengan
batasan sahnya keputusan RUPS yang tinggi (super-majority voting rules).
f. Memberlakukan regulasi yang meningkatkan peran serta pemegang saham non-pengendali dalam
pemilihan anggota Dewan Komisaris, khususnya komisaris independen.
g. Memberlakukan regulasi yang mewajibkan atau mengizinkan pemegang saham pengendali membeli
saham yang dimiliki oleh pemegang saham non-pengendali pada harga yang ditetapkan oleh penilai
independen.
h. Memberlakukan regulasi yang memberikan hak kepada pemegang saham non-pengendali untuk
melakukan tuntutan hukum atas tindakan yang dilakukan perusahaan, manajemen, dan Dewan
Komisaris, yang merugikan pemegang saham non-pengendali.
Pada tahun 2009, OECD menerbitkan panduan untuk menangani transaksi pihak berelasi yang bersifat
abusive, khususnya untuk kawasan Asia, yaitu “Guide on Fighting Abusive Related Party Transactions in
Asia”. Panduan ini merupakan penerjemahan lebih lanjut dari prinsip OECD ke-3. Terdapat sembilan
rekomendasi utama yang terdapat dalam panduan tersebut, yaitu sebagai berikut:
110 Ikatan Akuntan Indonesia