Page 124 - Modul CA - Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat (Plus Soal)
P. 124
ETIKA PROFESI
DAN TATA KElOlA
KORPORAT
Pedoman Pelaksanaan 1.2.d menyatakan bahwa dalam hal pemegang saham menjadi pemegang saham
pengendali pada beberapa perusahaan, perlu diupayakan agar akuntabilitas dan hubungan antar-perusahaan
dapat dilakukan secara jelas. Pengendalian di beberapa perusahaan memungkinkan kelompok pemegang
saham tertentu melakukan transaksi berelasi yang merugikan pemegang saham non-pengendali. Oleh sebab
itu akuntanbilitas dan pengungkapan informasi pengendalian di beberapa perusahaan tersebut merupakan
hal yang sangat penting.
Jika kita bandingkan peraturan perundang-undangan dan Pedoman Umum GCG Indonesia dengan saran-
saran dalam panduan OECD, maka dapat dikatakan bahwa Indonesia telah memiliki kerangka hukum
dalam menangani transaksi pihak berelasi yang berpotensi abusive. Namun demikian beberapa aspek
masih perlu diperbaiki, yaitu terkait dengan peningkatkan kesempatan pemegang saham non-pengendali
dalam nominasi dan seleksi komisaris independen serta mereview independensi komisaris, peran komisaris
independen dalam menelaah transaksi pihak berelasi, serta kewajiban pengungkapan kebijakan perusahaan
dalam menangani transaksi pihak berelasi. Salah satu upaya perbaikan yang dilakukan regulator, dalam hal
ini OJK, adalah menerbitkan Kep-643/BL/2012 atau peraturan IX.I.5 tentang Pembentukan dan Pedoman
Pelaksanaan Kerja Komite Audit, yang mengatur didalamnya tugas dan tanggung jawab Komite Audit
untuk menelaah dan memberikan saran kepada Dewan Komisaris terkait dengan adanya potensi benturan
kepentingan Emiten atau Perusahaan Publik.
DOKUMEN
9.2 Perdagangan oleh Orang Dalam
Prinsip OECD ke-3, sub-prinsip B, melarang perdagangan oleh orang dalam (insider trading) dan transaksi
abusive lainnya yang memanfaatkan hubungan dekat dengan perusahaan, termasuk dengan pemegang
IAI
saham pengendali, untuk kepentingan pribadi yang merugikan perusahaan dan investor. Keuntungan yang
dapat diperoleh dari pemanfaatan hubungan tersebut, misalnya abnormal return dari perubahan harga
saham, menjadi motivasi terjadinya insider trading. Keberadaan informasi asimetris sering menyulitkan
untuk mencegah dan membuktikan transaksi insider trading ini. Sementara di sisi lain dampak transaksi
ini, selain merugikan perusahaan dan investor, juga dapat menurunkan kredibilitas pasar modal secara
keseluruhan. Oleh sebab itu prinsip pelarangan perdagangan oleh orang dalam sangat penting untuk
dilaksanakan. Prinsip OECD sub-prinsip B mewajibkan regulator melarang perdagangan oleh orang dalam
tersebut serta menegakkan hukuman atas pelanggaran aturan tersebut.
Menurut UU PM Pasal 95, perdagangan oleh orang dalam mencakup:
a. Pembelian atau penjualan atas efek emiten atau perusahaan publik;
b. Pembelian atau penjualan atas efek perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan emiten atau
perusahaan publik; oleh orang dalam dari emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan yang
memiliki informasi orang dalam.
Perdagangan oleh orang dalam juga mencakup upaya orang dalam yang (UU PM Pasal 96):
a. Mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek dimaksud; atau
b. Memberi informasi orang dalam kepada Pihak mana pun yang patut diduganya dapat menggunakan
informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek.
Dalam Pasal 97 UU PM ditambahkan bahwa perdagangan oleh orang dalam juga mencakup transaksi
yang dilakukan oleh pihak lain yang memperoleh informasi orang dalam dari orang dalam dengan cara
melawan hukum. Transaksi efek emiten dan perusahaan publik yang dilakukan oleh Perusahaan Efek yang
memiliki informasi orang dalam emiten dan perusahaan publik tersebut juga termasuk perdagangan oleh
orang dalam, kecuali transaksi tersebut dilakukan atas perintah nasabahnya dan Perusahaan Efek tidak
Ikatan Akuntan Indonesia 115