Page 24 - Modul CA - Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat (Plus Soal)
P. 24

ETIKA PROFESI
                                                                                                  DAN TATA KElOlA
                                                                                                      KORPORAT




               Sedangkan  utilitarianisme aturan relatif lebih sederhana. Aliran ini memahami bahwa dalam melakukan
               pengambilan keputusan, manusia sering menggunakan aturan atau prinsip-prinsip. Jadi prinsip umum untuk
               utilitarianisme aturan  adalah ikuti aturan yang cenderung dapat memberikan selisih terbesar antara kesenangan
               dan kesakitan kepada jumlah orang yang terbanyak yang mungkin terpengaruh oleh keputusan ini.
               Orientasi  kepada  konsekuen  atau  hasil  menyebabkan banyak  yang  salah  mengartikan  utilitarianisme
               dengan prinsip politik, tujuan menghalalkan cara. Misalnya untuk ketertiban dan keindahan kota dilakukan
               penggusuran secara paksa terhadap perkampungan tertentu atau pembakaran terhadap bangunan liar.
               Prinsip politik bukan merupakan teori etika karena salah mengasumsikan cara dan hasil merupakan hal
               yang ekuivalen secara etika dan mengasumsikan hanya satu cara untuk mencapai hasil tertentu. Misalnya
               ada dua orang eksekutif yang melakukan manipulasi laporan keuangan, namun dengan tujuan yang berbeda.
               Eksekutif pertama melakukannya untuk memperoleh bonus, sedangkan eksekutif kedua melakukannya
               untuk menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan.Walaupun eksekutif kedua memiliki tujuan yang lebih
               mulia, namun ia menggunakan cara yang salah. Tidak ada pembenaran (rasionalisasi) untuk pemilihan  cara
               yang salah. Secara etika, eksekutif kedua harus mengupayakan cara lain untuk menyelamatkan perusahaan.

               Utilitiarianisme memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan pertama adalah belum ada satu ukuran untuk
               kesenangan dan kebahagiaan. Kedua adalah permasalahan dalam distribusi dan intensitas kebahagiaan.
               Misalnya mana yang lebih baik antara memberi beasiswa kuliah ke luar negeri untuk dua orang mahasiswa
               atau memberikan beasiswa kuliah di dalam negeri untuk 20 (dua puluh) orang mahasiswa. Mahasiswa
                               DOKUMEN
               yang kuliah di luar negeri akan memperoleh intensitas kebahagiaan yang lebih tinggi, namun pemberian
               beasiswa dalam negeri membahagiakan lebih banyak orang.
               Permasalahan ketiga adalah menyangkup cakupan. Siapa yang harus diperhatikan dalam pengambilan
               keputusan beretika? Misalnya dalam keputusan eksploitasi sumber daya alam. Apakah hanya memperhatikan
               kebahagiaan generasi sekarang (eksploitasi sebesar-besarnya) atau termasuk generasi di masa mendatang
                                                     IAI
               (eksploitasi secara terbatas).
               Permasalahan keempat adalah kepentingan minoritas yang terabaikan akibat keinginan untuk memenuhi
               kebahagiaan lebih banyak orang (mayoritas). Kelima,  utilitarianisme mengabaikan motivasi dan hanya
               berfokus pada konsekuensi, sebagaimana yang terjadi pada kasus dua eksekutif yang melakukan manipulasi
               laporan keuangan. Permasalahan motivasi ini yang ingin dipecahkan melalui teori deontologi.

               Etika Deontologi: Motivasi untuk berperilaku

               Deontologi  berasal dari bahasa Yunani deon yang berarti tugas atau kewajiban. Deontologi terkait dengan
               tugas dan tanggung jawab etika seseorang. Deontologi mengevaluasi perilaku beretika berdasarkan motivasi
               dari pengambil keputusan. Menurut teori deontologi, suatu tindakan dapat saja secara etika benar walaupun
               tidak menghasilkan selisih positif antara kebaikan dan keburukan untuk pengambil keputusan atau
               masyarakat secara keseluruhan.

               Immanuel Kant (1724-1804) merupakan tokoh utama dalam teori deontologi ini. Bagi Kant, suatu
               kebaikan yang tidak terbantahkan adalah niat baik, niat untuk mengikuti apapun yang menjadi alasan
               untuk melakukan tindakan tersebut tanpa mempedulikan konsekuensi dari tindakan tersebut terhadap
               diri sendiri. Menurut Kant seluruh konsep moral diturunkan lebih berasal dari pemikiran daripada dari
               pengalaman. Niat baik   terwujud jika tindakan dilakukan semata-mata untuk melaksanakan tugas dan
               kewajiban, dimana di dalam tugas dan kewajiban terdapat kesadaran dan ketaatan terhadap hukum dan
               aturan. Hal ini diwujudkan dengan pernyataan: “dalam situasi seperti ini saya harus melakukan hal ini
               dan tidak boleh melakukan hal itu”. Dorongan untuk melaksanakan suatu tugas unik untuk setiap orang.
               Hal ini yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya di dunia. Mereka bertindak sesuai dengan
               hukum alam, sedangkan manusia bertindak berdasarkan gagasan mengenai aturan (misalnya sesuai dengan
               prinsip-prinsip yang rasional).





                                                                                    Ikatan Akuntan Indonesia      15
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29