Page 33 - Modul CA - Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat (Plus Soal)
P. 33
ETIKA PROFESI
DAN TATA KElOlA
KORPORAT
BaB III
LINGKUNGaN EtIKa DaN aKUNtaNsI
3.1 Praktik Bisnis Tidak Beretika
Adam Smith percaya bahwa peran bisnis melalui pasar persaingan bebas akan menciptakan masyarakat yang
lebih sejahtera. Perusahaan berlomba-lomba menciptakan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat
dengan lebih murah dan lebih baik. Dengan persaingan dan motif untuk mendapatkan keuntungan maka
akan terjadi proses produksi barang dan jasa yang lebih baik. Sebagian besar produk-produk kemajuan
peradaban dunia merupakan produk yang dihasilkan oleh bisnis.
Namun harapan Adam Smith tidak sepenuhnya terwujud, sebagaimana yang terjadi di Amerika Serikat
yang diakui sebagai negara yang konsisten menerapkan kebijakan persaingan bebas dan mendorong peran
bisnis dalam perekonomian. Pada tahun 1920an, banyak perusahaan yang melakukan manipulasi laporan
keuangan yang kemudian mendorong optimisme yang berlebihan dari pasar modal dan berakhir dengan
kepanikan, market crash, dan depresi ekonomi yang berkepanjangan. Namun keterlibatan Amerika Serikat
dalam Perang Dunia II menyebabkan perekonomian membaik sehingga banyak yang melupakan perilaku
DOKUMEN
perusahaan yang tidak beretika di masa lalu.
Baru pada tahun 1970an, bisnis kembali menjadi sorotan. Para eksekutif, yang mendapatkan remunerasinya
berdasarkan ukuran perusahaan, berupaya untuk terus meningkatkan pendapatannya dengan tindakan-
tindakan yang merugikan pihak lain. Untuk menekan biaya dan harga, mereka membuat produk yang
IAI
membahayakan konsumen, seperti yang terjadi pada Ford Pinto. Mereka juga melakukan merjer dan
akuisisi yang menyebabkan perusahaan menjadi besar dan tidak efisien sehingga merugikan pemegang
saham. Selain itu, juga terjadi skandal penyuapan di luar negeri untuk mendapatkan kontrak yang
dilakukan Lockheed, sebuah perusahaan yang mendapatkan bantuan dana dari Pemerintah akibat kesulitan
keuangan dan keterlibatan perusahaan dalam penggulingan pemerintah Argentina yang mengancam untuk
melakukan nasionalisasi perusahaan tersebut.
Pada tahun 1990an investor institusional mulai terlibat dalam pengendalian perusahaan. Mereka antara
lain mengubah sistem remunerasi eksekutif yang sebelumnya berbasis ukuran menjadi berbasis kinerja,
yang kemudian menjadi kompensasi berbasis ekuitas dalam bentuk stock option. Stock option ini menjadi
instrumen yang ampuh untuk menyelaraskan kepentingan manajemen dan pemegang saham. Eksekutif
terdorong untuk menunjukkan kinerjanya yang mengesankan pasar, sehingga harga saham perusahaan
terus mengalami kenaikan dan mereka memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham tersebut.
Pertumbuhan dan laba merupakan dua kriteria kinerja yang paling populer digunakan. Dua kriteria ini
harus dipenuhi oleh setiap perusahaan dengan kinerja yang mengalahkan estimasi analis sehingga harga
saham perusahaan akan terus meningkat. Angka pertumbuhan perusahaan yang lebih tinggi dibandingkan
pesaing mencerminkan kemenangan dan keunggulan daya saing perusahaan. Dengan pertumbuhan yang
lebih tinggi, perusahaan akan menjadi lebih besar sehingga lebih mudah menarik pembeli, dan lebih
memiliki posisi tawar untuk menekan pemasok, penyandang dana, dan sumberdaya manusia dibandingkan
perusahaan pesaing yang lebih kecil.
Permasalahannya adalah bisnis tidak dapat mengharapkan pertumbuhan dengan melayani kebutuhan
manusia saja, karena kebutuhan manusia terbatas. Sementara itu persaingan semakin ketat karena jumlah
perusahaan bertambah dengan pemain-pemain baru. Perusahaan kemudian mencoba mencari celah untuk
pertumbuhan dengan berbagai cara.
24 Ikatan Akuntan Indonesia