Page 34 - Modul CA - Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat (Plus Soal)
P. 34
ETIKA PROFESI
DAN TATA KElOlA
KORPORAT
Cara pertama adalah melalui penciptaan keinginan manusia, karena keinginan manusia tidak terbatas dan
dapat diupayakan untuk selalu muncul keinginan baru. Perusahaan berlomba-lomba menciptakan produk-
produk baru yang pada akhirnya menimbulkan keinginan-keinginan baru di dalam masyarakat.
Selain bersaing dalam produk baru, perusahaan juga harus bersaing untuk menjadi yang pertama di pasar
dan bersaing untuk merebut konsumen pertama. Hal ini berdampak negatif ketika perusahaan rokok
memperebutkan anak-anak belasan tahun untuk menjadi konsumen pertama mereka dan akibat persaingan
ini semakin lama anak-anak yang diperebutkan semakin muda (kecil). Sebelum dilarang, mereka membuat
iklan dan acara-acara musik yang ditujukan untuk anak-anak yang relatif muda.
Perusahaan berusaha menciptakan keinginan melalui iklan dan promosi yang mengakibatkan masyarakat
seakan dikepung dan dibombardir oleh iklan dan promosi, mulai dari koran dan majalah, radio dan televisi,
papan reklame, film, pembicaraan dan penampilan selebriti, teman dan tetangga, rancangan toko-toko,
SMS dan email, dan lain-lain.
Perusahaan mengupayakan terjaminnya pembelian yang berkelanjutan melalui planned obsolescence.
Planned obsolescence merupakan strategi bisnis di mana keusangan produk, baik karena dianggap ketinggalan
jaman atau tidak dapat digunakan, direncanakan dan dibangun sejak produk tersebut masih dalam konsep.
Termasuk dalam strategi ini adalah mempercepat perputaran kepemilikan barang dengan memperpendek
masa manfaat barang dan merancang barang agar tidak dapat diperbaiki.
DOKUMEN
Untuk membantu konsumen memuaskan keinginannya, bisnis berlomba-lomba menyediakan pembiayaan,
dalam bentuk kartu kredit ataupun kredit-kredit konsumsi lainnya. Akibatnya terjadilah apa fenomena
yang dikhawatirkan oleh kutipan yang populer ini: “We buy things we don’t need with money we don’t have”.
Selain melalui iklan dan promosi, perusahaan juga mendorong konsumerisme melalui conspicuous
IAI
consumption, konsumsi dengan tujuan utama untuk memamerkan kekayaan dan status sosial, dan invidious
consumption, konsumsi yang diniatkan untuk menimbulkan rasa cemburu (envy). Conspicuous consumption
menyebabkan seseorang diterima dalam kelompok elite atau kelompok terkaya di dalam masyarakat.
Sementara itu invidious consumption berlangsung secara berkelanjutan karena di antara anggota kelompok
elite ini terjadi juga perlombaan, untuk membuat cemburu satu sama lain.
Kedua jenis konsumsi ini menimbulkan masalah ekonomi dan sosial. Bagi yang sudah termasuk dalam
kelompok elite, terjadi perlombaan untuk memperoleh pendapatan tertinggi diantara anggota kelompok
dengan cara apapun, sebagaimana yang terjadi pada Wall Street. Sedangkan bagi yang belum memenuhi
prasyarat untuk menjadi anggota kelompok, terjadi kecemburuan sosial yang diungkapkan dalam bentuk
korupsi bagi yang memiliki kesempatan dan kekerasan dalam masyarakat bagi yang frustasi tidak memiliki
kesempatan.
Keinginan yang tak pernah terpuaskan membuat orang untuk terus dan semakin sering berbelanja.
Kebiasaan berbelanja berkembang menjadi kesenangan, dan bahkan ketagihan. Kegiatan belanja menjadi
sebuah kebutuhan gaya hidup dan ritual yang memberikan kepuasan spiritual. Pusat-pusat belanja semakin
banyak, semakin besar, semakin nyaman, dan semakin lengkap dengan berbagai fasilitas hiburan yang
menjadikannya tujuan rekreasi keluarga, dimana secara tidak sadar, anak-anak mulai diperkenalkan dan
dibiasakan untuk menikmati kegiatan berbelanja.
Permasalahannya adalah barang yang dibelanjakan tidak atau jarang digunakan, mulai dari baju, sepatu,
buku, sampai ke peralatan olahraga, mobil dan rumah. Pada masyarakat Amerika, 99% barang belanjaan
dibuang ke tempat sampah dalam tempo 6 bulan dan hanya 1% yang benar-benar dimanfaatkan. Sementara,
pada masyarakat Australia, lemari dan rumah semakin besar karena mereka lebih suka menyimpan daripada
membuang barang belanjaan yang tidak digunakan tersebut. Hal yang jarang terpikirkan adalah produksi
suatu barang membutuhkan sumber daya alam yang besar. Maka dari itu suatu ironi di tengah situasi
Ikatan Akuntan Indonesia 25