Page 99 - Modul CA - Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat (Plus Soal)
P. 99
ETIKA PROFESI
DAN TATA KElOlA
KORPORAT
2. Hambatan
UU PT yang baru telah menjelaskan tugas pokok anggota dewan komisaris, namun dewan
komisaris masih belum melaksanakan berbagai fungsi penting yang disyaratkan oleh OECD CG
Principles, antara lain dalam proses pemilihan Dewan Komisaris dan Direksi. Dewan komisaris
memiliki anggota yang belum berfungsi, sebagian disebabkan karena komisaris dianggap tidak
memiliki keterampilan teknis yang memadai. Pemegang saham minoritas hanya memiliki sedikit
pengaruh pada proses pemilihan anggota dewan komisaris.
Pada tahun 2010 Bank Dunia menilai bahwa proses pemilihan auditor eksternal di Indonesia
belum diatur dengan jelas, auditor eksternal tidak memiliki kewajiban yang jelas kepada pemegang
saham atau perusahaan. Namun sejak tahun 2011 telah berlaku UU No 5 tentang Akuntan Publik
yang khusus mengatur profesi akuntan publik. UU ini bertujuan untuk memberikan perlindungan
dan kepastian hukum bagi masyarakat dan profesi akuntan publik. Pengawasan terhadap profesi
akuntansi dan audit terbagi pada Bapepam- LK dan PPAJP (sebuah divisi dari Departemen
Keuangan). Namun PPAJP memiliki sumber daya yang terbatas dibandingkan dengan jumlah
kantor akuntan publik dan akuntan yang harus ditanganinya.
Kelemahan signifikan lainnya adalah kurangnya pengungkapan kepemilikan ultimat akhir dan
kontrol. Pemegang Saham memiliki hak yang terbatas untuk mengakses informasi mengenai
perusahaan dan banyak perusahaan hanya menyajikan sedikit atau sama sekali tidak ada informasi
DOKUMEN
yang relevan di situs Web mereka. Sementara itu laporan tata kelola perusahaan yang diwajibkan
cenderung memiliki konten yang terbatas.
Hak-hak pemegang saham dihormati, namun pemegang saham memiliki hak yang lemah untuk
mengusulkan agenda atau mengajukan pertanyaan dalam RUPS.
IAI
Peraturan tentang take overs (pengambil-alihan) berubah pada bulan Juni 2008 dan memerlukan
batas yang lebih tinggi sebelum penawaran tender dibuat. Pelaku pasar telah mencatat bahwa
perubahan ini telah membuat sulit bagi pemegang saham besar untuk mengakumulasi saham dan
melakukan delisting dari bursa.
Beberapa ketentuan mengenai CG telah diadopsi ke dalam peraturan namun pegungkapan
mengenai CG masih bersifat sukarela, perusahaan tidak diminta untuk menjelaskan atau
menyatakan bahwa perusahaan telah memenuhi kode CG, seperti pedoman GCG dari KNKG.
Hal ini menyebabkan kurangnya kesadaran dan kepatuhan perusahaan terhadap aturan tersebut.
Pemegang saham jarang menggunakan hak ganti rugi (redress right) mereka terhadap hukum.
Pengadilan berjalan lambat dan hanya sedikit tuntutan yang telah diajukan terhadap perusahaan
atau Direksi atau Dewan Komisaris.
3. Penilaian
Penilaian dilakukan berdasarkan hukum dan praktik di Indonesia dibandingkan dengan prinsip
OECD.
Tabel berikut menyampaikan hasil penilaian Bank Dunia terhadap praktik CG di Indonesia. Skor
Indonesia membaik sejak penilaian terakhir dilakukan pada tahun 2004. Kenaikan terbesar adalah
dalam hak pemegang saham, di mana rata-rata ketaatan meningkat dari 56 ke 76, dan perlakuan
yang adil bagi pemegang saham, naik dari 60 ke 75. Namun demikian beberapa perbaikan yang
masih harus dilakukan. Dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan asia pasifik (India,
Malaysia, Thailand, Philippines, Vietnam), Indonesia agak tertinggal di beberapa bidang utama,
tetapi mendekati beberapa negara yang menjadi benchmark di kawasan Asia Pasifik, terutama
India, Thailand, dan Malaysia.
90 Ikatan Akuntan Indonesia