Page 105 - MODUL AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH
P. 105
1. Nasabah mengajukan permohonan kepada bank untuk membeli barang;
2. Bank dan nasabah melakukan negosiasi harga barang, persyaratan, dan cara
pembayaran;
3. Bank dan nasabah sepakat melakukan transaksi dengan akad istishna’;
4. Bank membeli barang dari penjual/supplier sesuai spesifikasi yang diminta
nasabah;
5. Nasabah melakukan pembayaran sebesar pokok dan margin kepada bank
dengan mengangsur.
E. ISTISHNA PARALEL
Pengertian Istishna paralel menurut AAOIFI adalah keadaan dimana kontrak
istishna’ dilakukan ketika pembeli mengizinkan penjual untuk menggunakan
subkontraktor dalam pelaksanaan kontrak tersebut, sehingga penjual membuat
kotrak istishna’ kedua untuk memenuhi kewajiban kontrak pertama.
(1) FATWA DSN MENGENAI ISTISHNA’ PARALEL
Fatwa DSN-MUI No. 22/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Istisha’ Paralel
memberikan ketentuan sebagai berikut:
1. Ketentuan Umum
a. Jika LKS melakukan transaksi Istishna’, untuk memenuhi
kewajibannya kepada nasabah ia dapat melakukan istishna’ lagi dengan
pihak lain pada obyek yang sama, dengan syarat istishna’ pertama tidak
bergantung (mu’allaq) pada istishna’ kedua.
b. LKS selaku mustashni’ tidak diperkenankan untuk memungut MDC
(margin during construction) dari nasabah (shani’) karena hal ini tidak
sesuai dengan prinsip syariah.
c. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Istishna’ (Fatwa DSN
nomor 06/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam Istishna’ Paralel.
2. Ketentuan Lain
a. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya
97 | A K A D , T A T A K E L O L A D A N E T I K A S Y A R I A H