Page 18 - MODUL AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH
P. 18
diantaranya Zain al-‘Abidin Ibrahim ibn Nujaim (Ulama Hanafiyah), Muhammad
Ahmad Ibn Rusyd (Ulama Malikiyah), Imam Malik ibn Anas dalam kitab al-
Mudawanah al-Kubra, Imam Sahnun, Imam al-Lakhmi, dan Ibn Qasim.
Pendapat para ulama mengenai kewajiban memenuhi janji yang bersyarat dan
bersebab ini didasarkan pada beberapa argument diantaranya:
1. Menghindari ketidakpastian (daf’ al-gharar)
Dalam pemenuhan janji, ketidakpastian adalah hal utama yang harus dihindari.
Menurut imam Malik dan Ulama Hanafiyah, adanya syarat atau sebab yang
berkaitan dengan janji atau akan menjadikan akad tersebut mulzim (mengikat)
untuk menghindari ketidakpastian (gharar).
2. Menghindari hal-hal yang menimbulkan bahaya (daf’ al-dharar)
Dengan adanya syarat dan sebab dalam janji diharapkan akan meminimalisisr
adanya hal-hal yang merugikan. Dalam islam sendiri, terdapat kaidah fiqh bahwa
kita tidak diperbolehkan untuk membahayakan/merugikan pihak lain dan tidak
boleh membalas kerugian yang disebabkan pihak lain dengan kerugian (la dharar
wa la dhirar). Selain itu, perbuatan yang mengundang kemudharatan (bahaya)
seyogyanya harus dihilangkan (al-dharar yuzal)
3. Kebebasan membuat syarat (Hurriyat insya’ al-syuruth)
Menurut ulama Malikiyah, manusia sebagai subjek hukum memiliki kebebasan
berkehendak dan kemudian terikat dengan persyaratan kehendak tersebut, hal ini
dikarenakan pada dasarnya manusia sebagai subjek hukum memiliki kebebasan
berkehendak kecuali pada hal-hal yang telah dibatasi oleh Al-Quran dan Sunnah,
juga oleh perundang-undangan. Selain itu, manusia juga terikat dengan janji
(pernyataan kehendak) yang dibuatnya (al-muslimun ‘ala al-syuruthihim).
(1) KETENTUAN JANJI DALAM FATWA DSN
Fatwa DSN-MUI Nomor 85/DSN-MUI/XII/2012 tentang Janji (Wa’d) dalam
Transaksi Keuangan dan Bisnis Syariah merupakan keputusan mengenai kewajiban
memenuhi janji dalam praktik bisnis syariah.
10 | A K A D , T A T A K E L O L A D A N E T I K A S Y A R I A H