Page 16 - MODUL AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH
P. 16
c) Ulama Malaikiyah
Pendapat Syekh ‘Ilyas dan Ibn Rusyd menerangkan bahwa janji bersifat tidak
mulzim dan tidak ada perbedaan pendapat (ikhtilaf) mengenai dianjurkannya
pemenuhan janji di kalangan ulama Malikiyah.
d) Ulama Syafi’iyah
Imam Nawawi menjelaskan bahwa dalam kalangan ulama syafi’iyah terdapat
perbedaan pendapat (ikhtilaf) mengenai kewajiban memenuhi janji. Menurut
Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i dan jumhur ulama, janji bersifat tidak
mulzim dan memenuhi janji adalah sunah (mandub), namun makruh (makruh
tanzih) jika menyalahi janji dan orang yang mengingkari janji tersebut tidak
berdosa. Sedangkan menurut ulama syafi’iyah lainya janji bersifat mulzim
dan wajib memenuhinya.
Ibn Allan menegaskan bahwa pendapat yang disepakati oleh ulama syafi’iyah
adalah bahwa janji bersifat tidak mulzim dan tidak wajib memenuhinya (ana
al-wafa’ bi al-wa’d mandub la wajib) tapi sunah (mandub).
Menurut pendapat Ibn Hajar dengan mengutip pendapat al-Muhallab, hukum
memenuhi janji adalah diperintahkan (ma’mur) dan dianjurkan (mandub)
bukan wajib (laisa bi fardh).
2. Janji adalah Mulzim dan wajib menunaikannya
Mahmud Fahd Ahmad al-Amuri (2004) dalam al-Wa’d al-Mulzim fi Shiyagh al-
Tamwil al-Maharifi al-Islami juga menjelaskan mengenai golongan ulama yang
berpendapat bahwa janji (wa’d) bersifat mulzim sehingga menunaikannya adalah
wajib, ulama-ulama tersebut diantaranya:
1. Pendapat Imam Abu Hamid al-Ghazali dalam Ihya’Ulum al-Din,
menjelaskan bahwa jika seseorang berjanji maka wajib hukumnya untuk
memenuhi janji tersebut kecuali dikarenakan tidak mampu (udzur). Pendapat
Imam al-Ghazali ini dijelaskan lagi oleh Muhammad Ahmad al-Istambuli
bahwa setiap janji yang disertai dengan sumpah atau saksi atau lainnya, maka
wajib hukumya untuk dipenuhi.
2. Tafsir QS al-Shaff: 2 oleh Imam Abu Bakr al-Razi menjelaskan bahwa setiap
8 | A K A D , T A T A K E L O L A D A N E T I K A S Y A R I A H