Page 300 - MODUL AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH
P. 300
6. Jangka Waktu.
Para fuqoha berbeda pendapat tentang syarat permanen dalam wakaf.
Diantara mereka ada yang mencantumkannya sebagai syarat tetapi ada juga
yang tidak mencantumkannya. Karena itu, ada di antara fuqoha yang
membolehkan Muaqqat (wakaf untuk jangka waktu tertentu). Pendapat
pertama yang menyatakan wakaf haruslah bersifat permanen, merupakan
pendapat yang didukung oleh mayoritas ulama. Mayoritas ulama dari
kalangan Syafi’iyah, Hanafiyah, Hanabilah (kecuali Abu Yusuf pada satu
riwayat), Zaidiyah, Ja’fariyah dan Zahriyah berpendapat bahwa wakaf harus
diberikan untuk selamanya (permanen) dan harus disertakan statemen yang
jelas untuk itu.
Pendapat kedua yang menyatakan bahwa wakaf boleh bersifat sementara
didukung oleh fuqaha dari kalangan Hanabilah, sebagian dari kalangan
Ja’fariyah dan Ibn Suraij dari kalangan Syafi’iyah. Menurut mereka, wakaf
sementara itu adalah sah baik dalam jangka panjang maupun pendek.
Di Indonesia, syarat permanen sempat dicantumkan dalam KHI. Pada pasal
215 dinyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau
kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda
miliknya dan melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah
atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Jadi menurut pasal
tersebut wakaf sementara tidak sah. Namun syarat itu kemudian berubah
setelah keluarnya UU No. 41 Tahun 2004. Pada Pasal 1 UU No. 41 Tahun
2004 tersebut dinyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum Wakif untuk
memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingan guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syari’ah. Jadi, menurut ketentuan ini, wakaf sementara juga diperbolehkan
asalkan sesuai dengan kepentingannya.
290 |MODUL USAS LEVEL PROFESIONAL – AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH