Navigate to:
14 Oktober 2019 - Info IAI
Meskipun
sangat dibutuhkan dalam menjaga efisiensi dan efektivitas perekonomian,
literasi profesi keuangan dalam perekonomian sebenarnya belumlah signifikan.
Hari ini, upaya itu menghadapi tantangan baru dengan pergeseran model ekonomi
akibat disrupsi teknologi.
Profesi
keuangan harus beradaptasi dan melengkapi diri dengan dinamika digital yang
telah menjadi realitas baru pada hari ini. Jika tidak, artificial intelligence, big
data, dan teknologi robot bisa saja mengambil peran dan mematikan profesi
kunci ini.
Demikian
antara lain isi materi sambutan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati yang
dibacakan Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Hadiyanto, dalam pembukaan
Ekspo Profesi Keuangan yang berlangsung di Aula Dhanapala Kementerian Keuangan,
8-9 Oktober 2019. Ekspo Profesi Keuangan 2019 ini diselenggarakan oleh Pusat
Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kementerian Keuangan RI, bekerjasama dengan
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan lima asosisi profesi lainnya, yaitu Asosiasi
Konsultan Aktuaria Indonesia (AKAI), Institut Akuntan Manajemen Indonesia
(IAMI), Insitut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), Masyarakat Profesi Penilai
Indonesia (MAPPI), dan Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI).
Menurut
Sri Mulyani, dalam lima tahun ke depan profesi akuntan, jasa penilai, dan aktuaria,
bisa saja digantikan oleh teknologi robot yang menggunakan sistem algoritma
dalam menjalankan tugasnya. Apalagi perubahan model bisnis yang kini semakin
digital, pada akhirnya akan memaksa perubahan pada profesi pendukungnya untuk
mengubah kompetensi intinya.
Ancaman
digital mau tidak mau menjadi isu terkini yang harus dihadapi oleh semua
profesi keuangan, baik akuntan, penilai, maupun aktuaris. Sebagai contoh, di
profesi penilai, kini telah dikembangkan Automated
Valuation Model atau AVM, yaitu suatu metode penilaian dengan menggunakan
permodelan matematika yang dikombinasikan dengan database. Secara global model
ini masih dikembangkan di beberapa negara seperti Amerika, Kanada dan Swedia.
Namun
kedepannya jika bisa digunakan secara optimal, maka akan ada perubahan proses
bisnis yang signifikan dalam pekerjaan penilaian saat ini. Ke depannya, penilai
yang menggunakan model ini akan menjadi lebih efektif dan efisien dalam
memberikan jasa.
Profesi
aktuaris juga tidak terlepas dari disrupsi akibat era digitalisasi.
Perkembangan teknologi mengakibatkan munculnya inovasi-inovasi baru dalam
industri asuransi, yang dapat menggantikan peran aktuaris oleh profesi lain.
"Sebagai
contoh, saat ini kita mengenal adanya insurance
technology (insuretech) pada
dunia asuransi. Insuretech tersebut dikembangkan oleh profesi data scientist dengan memanfaatkan big data, artificial intelligence dan machine
learning dengan penggunaan algoritma tertentu," jelasnya.
Insuretech
menawarkan pengalaman baru bagi konsumen dengan memberikan kemudahan dan
kecepatan serta efisiensi dalam mendapatkan produk asuransi. Produk yang
dihasilkan lebih mengedepankan analisa atas kebiasaan konsumen, sehingga risiko
yang ditanggung masing-masing konsumen berbeda.
Perubahan
ini tentunya akan menggeser industri asuransi konvensional menjadi berbasis
digital dengan menekankan pemanfaatan big data. Untuk itu, profesi aktuaris
diharapkan agar selalu beradaptasi dan berkembang dalam segala hal, tidak hanya
dari sisi ilmu aktuaria, juga dalam hal pengolahan data, pemrograman, dan
khususnya kemampuan bisnis.
"Melihat
contoh-contoh tersebut, dampak dari ekonomi digital bagi profesi keuangan
terutama adalah adanya perubahan bisnis proses yang membuat metode konvensional
dalam memberikan jasa tidak lagi sepenuhnya relevan untuk diterapkan,"
jelas Menteri Keuangan dalam sambutannya.
"Untuk
itu, profesi keuangan mau tidak mau akan menjadi bagian yang akan melakukan
sistem digitalisasi dalam memberikan jasa profesional. Hal ini merupakan
tantangan sekaligus peluang bagi profesi keuangan untuk beradaptasi atau malah
kehilangan daya saingnya apabila tidak merespon perubahan-perubahan ini," Sri
Mulyani menutup sambutannya.
Menginisiasi Adaptabilitas Profesi
IAI
merupakan asosiasi profesi akuntan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan
diberi tanggungjawab untuk menata Akuntan Profesional di seluruh Indonesia,
menetapkan standar profesi, menyelenggarakan sertifikasi profesi yang
berkualitas tinggi, menyelenggarakan pelatihan profesi, dan melakukan review
mutu secara berkala bagi para anggotanya.
Dalam
kapasitas itu, adalah sebuah tanggungjawab besar bagi IAI untuk memastikan
Akuntan Profesional anggotanya untuk berhasil mengarungi disrupsi zaman, dalam
rangka memastikan peran pentingnya membangun dan menjaga perekonomian nasional.
Anggota
Dewan Pengurus Nasional IAI, Prof. Lindawati Gani ketika didaulat menjadi
pembicara panel di Ekspo Profesi Keuangan 2019 mengatakan, untuk memastikan
adaptabilitas itu, profesi ini harus mengenali dengan baik kekuatan profesi.
Kekuatan ini akan menjadi bekal bagi profesi akuntan untuk mengelaborasi peran
barunya dalam perekonomian yang terdisrupsi.
“Kekuatan
profesi akuntan adalah; selalu bertindak untuk kepentingan publik;
mengembangkan dan menghasilkan akuntan profesional yang kompeten; mempromosikan
dan menegakkan standard an etika profesi yang kuat; memajukan kualitas
pelaporan keuangan; dan menjadi mitra dan acuan pemerintah, regulator, dan
pemangku kepentingan lainnya.
Kekuatan
ini menjadi bekal utama bagi profesi ini untuk terus beradaptasi menghadapi
tantangan zaman, sehingga bisa selalu menjalankan peran dan tanggungjawab yang
telah digariskan para founding fathers.
*DED
Quote:
Dampak
dari ekonomi digital bagi profesi keuangan terutama adalah adanya perubahan
bisnis proses yang membuat metode konvensional dalam memberikan jasa tidak lagi
sepenuhnya relevan untuk diterapkan.