Berita IAI

Pastikan Transparansi dan Relevansi Ekosistem Bisnis, IAI Selenggarakan Public Hearing Standar Pengungkapan Keberlanjutan

13 Februari 2025 - Siaran Pers


(Jakarta, Februari 2025) - Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyelenggarakan Dengar Pendapat Publik (public hearing) terkait Draf Eksposur Standar Pengungkapan Keberlanjutan (DE SPK) sebagai bagian dari due process procedure penyusunan standar yang bertujuan untuk memastikan transparansi, relevansi, dan pemahaman yang mendalam mengenai pengungkapan keberlanjutan di Indonesia. Implementasi pengungkapan keberlanjutan yang terhubung dengan laporan keuangan, sangat penting bagi kegiatan pasar modal, akses pendanaan internasional, serta kegiatan perdagangan yang memerlukan informasi yang relevan bagi investor dan calon investor.

Demikian disampaikan Ketua Dewan Standar Keberlanjutan (DSK) Ikatan Akuntan Indonesia, Istini Sidharta, dalam public hearing DE Pernyataan Standar Pengungkapan Keberlanjutan (PSPK) 1 dan 2 yang diselenggarakan di Grha Akuntan, Jakarta. Public hearing ini menampilkan Ketua dan Anggota Dewan Standar Keberlanjutan (DSK) IAI sebagai narasumber, dan diikuti oleh hampir 1.000 perwakilan dari para pemangku kepentingan secara hybrid, termasuk regulator, praktisi, akademisi, dan akuntan profesional. Publik dan pemangku kepentingan dihimbau untuk memberikan masukan atas DE SPK ini paling lambat pada 31 Maret 2025.

Tampil sebagai narasumber, Anggota DSK IAI, Prabandari I. Moerti mengatakan, SPK yang akan diterbitkan IAI ini bersifat principle based dan diadopsi dari IFRS S1 dan S2 yang diterbitkan International Sustainability Standards Board (ISSB). Sama seperti Standar Akuntansi Keuangan (SAK) IAI, penerapan SPK di kalangan entitas tentunya akan membutuhkan waktu, apalagi sifatnya forward looking. Karena itu, Prabandari mengajak semua pemangku kepentingan untuk mengawal proses adopsi dan implementasi SPK. Sementara regulator dapat membantu proses adopsi dan implementasinya.

“Pengungkapan ini tidak akan lepas dari seberapa resilience (ketahanan) organisasi terhadap aspek sustainability, krisis iklim, risiko, dan opportunity. Ini adalah sesuatu yang tidak dimasukkan ke dalam laporan keuangan sebelumnya. Jadi standar ini mencoba mengaitkan informasi yang bersifat eksternalitas ke dalam laporan keuangan. Idealnya, semua unit pengukurannya sama,” ujar akuntan profesional dari Deloitte itu.

Menurut Prabandari, para pemangku kepentingan sudah menyadari bahwa upaya mengkuantifikasi dampak dan eksternalitas dalam implementasi SPK bukanlah hal yang mudah. Karena itu standar ini hadir dengan fleksibilitas yang cukup memadai, sekaligus mengadopsi prinsip judgement yang merujuk pada keputusan dan pertimbangan yang diambil oleh manajemen perusahaan dalam menyusun laporan keberlanjutan, terutama saat menghadapi ketidakpastian atau situasi yang memerlukan interpretasi terhadap standar yang ada.

Terkait dengan rencana penerbitan PSPK ini, sebelumnya IAI telah menyelenggarakan sejumlah Dengar Pendapat Terbatas (limited hearing) dengan menghadirkan para pemangku kepentingan utama dari regulator dan asosiasi industri. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa standar pengungkapan keberlanjutan yang akan diterapkan dapat dipahami oleh semua pihak terkait.

“Kita sekarang berada di era baru pelaporan keberlanjutan yang tidak hanya mengungkapkan informasi keuangan, tetapi juga mengintegrasikan keberlanjutan untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang kinerja perusahaan,” ungkap Istini.

Pada kesempatan itu, Ketua Umum Indonesia Corporate Secretary Association (ICSA), Katharine Grace yang hadir sebagai peserta, menyambut baik pelaksanaan public hearing ini. Menurutnya, keberadaan PSPK 1 dan PSPK 2 ini akan menjadi acuan penting bagi korporasi di Indonesia dalam menyiapkan pelaporan keberlanjutan. Dia memperkirakan dalam waktu dekat, aspek keberlanjutan akan menjadi sebuah keniscayaan dalam dunia bisnis, sehingga seluruh korporasi harus mempersiapkan diri.

Era Baru Pelaporan Berkelanjutan

Perjalanan menuju era baru pelaporan ini dimulai pada bulan September 2020, ketika berbagai inisiatif keberlanjutan membuka jalan bagi transformasi dalam dunia pelaporan perusahaan. Melihat perubahan yang semakin pesat, IAI menyadari bahwa akuntan harus berperan lebih besar dalam pelaporan keberlanjutan, menghubungkan informasi keuangan dengan informasi keberlanjutan yang saling terkait.

Sejak membentuk Task Force on Comprehensive Corporate Reporting (TF CCR) pada Desember 2020, IAI aktif memimpin diskusi publik untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengungkapan keberlanjutan yang terintegrasi dengan laporan keuangan perusahaan.

Pada presidensi G20 Indonesia tahun 2022, Indonesia turut mendorong pengakuan terhadap International Sustainability Standards Board (ISSB) melalui G20 Bali Declaration. Dalam deklarasi tersebut, para pemimpin G20 mendukung penyusunan ISSB Standards sebagai acuan pengungkapan keberlanjutan yang global, konsisten, dapat dibandingkan, dan dapat diandalkan. Dukungan terhadap penerapan ISSB Standards telah diperoleh dari IOSCO, G20, ACMF, dan berbagai organisasi internasional lainnya, dengan 26 negara berkomitmen untuk menerapkannya.

Sebagai respons terhadap hal ini, IAI menerbitkan DE SPK, yang merujuk pada ISSB Standards sebagai acuan dalam penyusunan pengungkapan keberlanjutan di Indonesia. DE SPK terdiri dari dua bagian, yakni DE PSPK 1 dan DE PSPK 2, yang masing-masing merujuk pada IFRS S1 dan S2. Standar ini mengharuskan perusahaan memiliki sistem pelaporan yang didukung oleh tata kelola dan pengendalian internal yang baik, mirip dengan standar penyusunan laporan keuangan.

“Dengan adanya ketentuan PSAK 201 Penyajian Laporan Keuangan yang diterapkan pada DE PSPK 1, akuntan yang berpengalaman dalam pelaporan keuangan akan mampu memastikan kualitas pengungkapan yang sama dalam pelaporan keberlanjutan,” jelasnya.

Berbeda dengan paradigma pelaporan keberlanjutan sebelumnya yang lebih terfokus pada CSR atau filantropi, DE SPK memberikan pendekatan yang lebih terintegrasi dan berfokus pada dampak keseluruhan perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat. Pengungkapan keberlanjutan ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi investor.

Ruang lingkup DE PSPK 1 dan DE PSPK 2 mengharuskan pengungkapan yang terintegrasi dalam seluruh proses bisnis perusahaan, mulai dari tata kelola, strategi, manajemen risiko, hingga target perusahaan beserta metrik yang relevan.

DE PSPK 1 dan DE PSPK 2 diusulkan berlaku efektif pada 1 Januari 2027. Meskipun tampaknya masih cukup lama, tenggat waktu ini memberikan waktu yang cukup bagi perusahaan untuk mempersiapkan sistem pelaporan yang terintegrasi dengan laporan keuangan dan laporan operasional lainnya.

Istini berharap seluruh pemangku kepentingan dapat berperan aktif dalam memberikan masukan atas DE PSPK 1 dan DE PSPK 2, baik secara langsung dalam acara ini maupun melalui mekanisme tertulis. “Marilah kita bersama-sama membangun masa depan di mana bisnis tidak hanya berfokus pada kemakmuran finansial, tetapi juga memperhatikan dampaknya terhadap bumi kita,” pungkasnya.

Tentang IAI

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) adalah organisasi profesi akuntan yang menaungi seluruh akuntan di Indonesia yang tersebar di 34 provinsi. IAI merupakan anggota dan pendiri International Federation of Accountants (IFAC) dan ASEAN Federation of Accountants (AFA), serta associate member Chartered Accountants Worldwide (CAW).

Untuk menjaga integritas dan profesionalisme akuntan Indonesia, IAI menerbitkan Kode Etik Akuntan Indonesia. Sebagai standard setter, IAI menyusun dan menetapkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia.

Informasi lebih lanjut tentang IAI, kunjungi www.iaiglobal.or.id, atau email ke iai-info@iaiglobal.or.id