Berita IAI

SIARAN PERS - FREE PPL IAI Sustainability Disclosure: Beyond Compliance - Pemenuhan Kebutuhan Investor

09 Oktober 2025 - Siaran Pers



Jakarta, 9 Oktober 2025 – Dalam lanskap ekonomi global yang ditandai dengan disrupsi iklim dan tuntutan transparansi yang semakin tinggi, pengungkapan keberlanjutan (sustainability disclosure) kini menjadi faktor penentu kepercayaan investor dan daya saing korporasi. Lebih dari sekadar kewajiban kepatuhan, keterbukaan informasi keberlanjutan telah bertransformasi menjadi instrumen strategis yang menegaskan komitmen perusahaan terhadap tata kelola yang bertanggung jawab, ketahanan bisnis, dan penciptaan nilai jangka panjang.

Sebagai bagian dari upaya memperkuat kapasitas profesi akuntansi menghadapi era pelaporan keberlanjutan global, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyelenggarakan kegiatan Free PPL bertajuk “Beyond Compliance: Pemenuhan Kebutuhan Investor.” Acara ini menghadirkan Glen Sebastian (Sustainable Finance Data, Bloomberg UK) dan Rosita Uli Sinaga (Ketua Dewan Pemantau Standar Keberlanjutan IAI), serta dimoderatori oleh William Christian (Partner, RSM Consulting).

Forum ini mengulas secara mendalam pengaturan utama PSPK 1 dan PSPK 2 dalam Standar Pengungkapan Keberlanjutan (SPK) yang diterbitkan IAI, khususnya terkait analisis skenario iklim sebagai bagian dari pilar Strategi PSPK 2. Melalui diskusi ini, para peserta diajak memahami bagaimana pengungkapan risiko dan peluang iklim tidak hanya meningkatkan kualitas pelaporan, tetapi juga memperkuat kepercayaan pasar terhadap ketahanan dan kredibilitas korporasi Indonesia.

Pada kesempatan itu, Glen Sebastian menekankan bahwa standar IFRS S1 dan S2 yang diterbitkan oleh International Sustainability Standards Board (ISSB) menjadi tonggak penting dalam integrasi pelaporan keuangan dan keberlanjutan. Kedua standar tersebut menyoroti empat pilar utama yaitu governance, strategy, risk management, serta metrics and targets, dengan pilar strategy menjadi aspek paling krusial karena menuntut pengungkapan kuantitatif yang menunjukkan resiliensi dan proyeksi jangka panjang perusahaan terhadap risiko iklim.

“Melalui analisis skenario iklim, perusahaan dapat menunjukkan sejauh mana strategi dan model bisnis mereka mampu bertahan di tengah perubahan iklim dan transisi ekonomi hijau. Pendekatan ini memberi kejelasan bagi investor dan regulator tentang kesiapan perusahaan menghadapi risiko sekaligus memanfaatkan peluang iklim,” ujar Glen. Ia menambahkan bahwa investor kini menilai keberlanjutan bukan dari banyaknya data yang disajikan, melainkan dari sejauh mana laporan tersebut mencerminkan resilience, integrity, dan long-term value creation.

Sementara itu, Rosita Uli Sinaga menegaskan bahwa SPK yang dikembangkan IAI merupakan langkah strategis dalam harmonisasi praktik pengungkapan keberlanjutan nasional dengan standar global. PSPK 1 memuat persyaratan umum pengungkapan—diantaranya landasan konseptual, lokasi dan waktu pelaporan, hingga empat konten inti: tata kelola, strategi, manajemen risiko, serta metrik dan target—untuk seluruh risiko dan peluang keberlanjutan. Sementara itu, PSPK 2 memfokuskan penerapan keempat konten inti tersebut pada isu iklim. Standar ini akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2027, memberi waktu bagi entitas pelapor untuk mempersiapkan sistem, data, dan kapasitas sumber daya manusia yang memadai.

Rosita menambahkan bahwa dalam ketentuan pilar Strategi PSPK 2, mengharuskan entitas mengungkapkan dampak keuangan kini dan yang diantisipasi dari risiko iklim terhadap posisi keuangan, kinerja, serta arus kas perusahaan. Penilaian ketahanan iklim berbasis climate scenario analysis memastikan bahwa pengambilan keputusan bisnis tidak hanya reaktif terhadap risiko, tetapi juga proaktif dalam merancang strategi transisi menuju ekonomi berkelanjutan.

Rosita juga menegaskan bahwa untuk mendapatkan competitive advantage, entitas pelapor harus memiliki strategi penerapan SPK yang lebih dari sekedar pemenuhan kepatuhan. Contohnya, entitas pelapor harus mulai mengupayakan pengungkapan yang bersifat kuantitatif alih-alih hanya kualitatif saja. Hal ini akan menjadi penentu bagi investor dalam mengambil keputusan investasi.

Dengan penerapan SPK, Indonesia selangkah lebih maju dalam memperkuat fondasi tata kelola dan transparansi di sektor korporasi. Lebih jauh, hal ini menegaskan posisi profesi akuntansi Indonesia sebagai garda depan dalam membangun ekosistem pelaporan yang berintegritas, kredibel, dan berorientasi masa depan—a foundation of trust for sustainable growth.

Tentang IAI

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) adalah organisasi profesi akuntan yang menaungi seluruh akuntan di Indonesia yang tersebar di 34 provinsi. IAI merupakan anggota dan pendiri International Federation of Accountants (IFAC) dan ASEAN Federation of Accountants (AFA), serta associate member Chartered Accountants Worldwide (CAW).

Untuk menjaga integritas dan profesionalisme akuntan Indonesia, IAI menerbitkan Kode Etik Akuntan Indonesia. Sebagai standard setter, IAI menyusun dan menetapkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia.

Informasi lebih lanjut tentang IAI, kunjungi www.iaiglobal.or.id, atau email ke iai-info@iaiglobal.or.id

WA Official IAI: +628 111 055 141