Berita IAI

Siaran Pers –Pengenaan Pajak Minimum Global: Upaya Indonesia Mengamankan Basis Pajak KAPj IAI Regular Tax Discussion (RTD) 19 Februari 2025

20 Februari 2025 - Siaran Pers


Jakarta, 19 Februari 2025 – Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) melalui Kompartemen Akuntan Perpajakan (KAPj) kembali menyelenggarakan Regular Tax Discussion (RTD, sebuah forum diskusi regulasi yang rutin membahas kebijakan terbaru di bidang perpajakan. Pada sesi kali ini, topik utama yang dibahas adalah Penerapan Pajak Minimum Global (Pillar 2) di Indonesia, sejalan dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2024.

Acara ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk Ketua Kompartemen Akuntan Perpajakan IAI, Prof. John Hutagaol, serta perwakilan dari Direktorat Perpajakan Internasional, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), PT Astra International Tbk, dan berbagai anggota serta praktisi pajak. Bertindak sebagai moderator adalah Ibu Ratna Febrina, pengurus KAPj IAI dan partner di SF Consulting. Dalam forum ini, para narasumber memberikan wawasan yang mendalam mengenai bagaimana implementasi kebijakan Pajak Minimum Global akan berdampak pada perusahaan multinasional di Indonesia, serta langkah-langkah yang perlu disiapkan dalam menghadapi tantangan yang ada.

Latar Belakang dan Tujuan Pillar 2

Dalam sambutannya, Prof. John Hutagaol menekankan bahwa Pajak Minimum Global merupakan bagian dari kesepakatan global dalam rangka mengatasi praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan multinasional (MNEs) melalui strategi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). Indonesia telah menjadi bagian dari Inclusive Framework on BEPS sejak 2016 dan berkomitmen untuk menerapkan kebijakan ini guna mengamankan basis pajaknya.

Pilar 2 sendiri mengatur pengenaan pajak minimum sebesar 15% terhadap perusahaan multinasional dengan peredaran bruto tahunan lebih dari EUR 750 juta. Jika suatu entitas dalam grup memiliki tarif pajak efektif di bawah ambang batas tersebut, maka akan dikenakan Top-up Tax melalui mekanisme Qualified Domestic Minimum Top-up Tax (QDMTT), Income Inclusion Rule (IIR), dan Undertaxed Payment Rule (UTPR). Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan persaingan usaha yang lebih adil dengan mencegah perusahaan multinasional mengalihkan keuntungan ke negara-negara dengan tarif pajak yang lebih rendah.

Mekanisme dan Tantangan dalam Implementasi

Dalam sesi pemaparan, Frans Manik dan Johannes Saragih dari Direktorat Perpajakan Internasional DJP menjelaskan mekanisme teknis penghitungan tarif pajak efektif (ETR), metode alokasi pajak tambahan, serta persyaratan administrasi dan pelaporan berdasarkan PMK 136/2024. Mereka juga menyoroti potensi tantangan, termasuk:

  • Kompleksitas perhitungan pajak tambahan dan tarif pajak efektif.
  • Persyaratan pelaporan tambahan, termasuk penyampaian GLOBE Information Return (GIR), SPT Pajak Minimum Global, dan notifikasi wajib pajak.
  • Dispute resolution dan penerapan aturan pajak ini dalam konteks perjanjian pajak internasional (tax treaty).

Selain itu, DJP juga menegaskan bahwa perusahaan harus siap dengan sistem akuntansi dan pelaporan yang mampu menyajikan data secara akurat dan transparan. Implementasi GMT ini juga menuntut kerja sama yang erat antara perusahaan, konsultan pajak, serta otoritas pajak guna memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya dijalankan secara efektif tetapi juga memberikan manfaat bagi sistem perpajakan nasional.

Untuk mengatasi tantangan ini, DJP terus melakukan sosialisasi dan pendampingan bagi perusahaan yang terdampak, guna memastikan kesiapan administrasi dan kepatuhan terhadap kebijakan pajak global yang baru ini. Peran aktif dari para pemangku kepentingan, termasuk akuntan pajak dan perusahaan, sangat diperlukan dalam menyukseskan implementasi regulasi ini di Indonesia.

Tantangan bagi Wajib Pajak: Usulan Penyederhanaan dan Kepastian Hukum

Dari perspektif wajib pajak, Ivan Budiarnawan, Chief of Group Tax PT Astra International Tbk, menekankan bahwa implementasi kebijakan ini membawa tantangan besar bagi perusahaan, termasuk beban administrasi, peningkatan kebutuhan SDM dan sistem teknologi, serta dampak terhadap perencanaan pajak perusahaan. Ia juga menyoroti bahwa entitas yang saat ini menikmati insentif pajak seperti tax holiday dapat terkena dampak signifikan, mengingat mekanisme Top-up Tax yang diterapkan dalam kebijakan ini.

Ivan juga mengusulkan perlunya penyederhanaan administrasi dan kepastian hukum dalam implementasi GMT di Indonesia. Menurutnya, wajib pajak dengan tarif pajak efektif di atas 15% seharusnya dapat menikmati mekanisme Safe Harbor, sehingga mereka tidak terbebani dengan pelaporan dan compliance yang kompleks. Oleh karena itu, perusahaan diharapkan mulai melakukan persiapan lebih dini dengan melakukan penyesuaian sistem akuntansi dan pelaporan pajak, serta memastikan bahwa strategi pajak yang mereka gunakan tetap sesuai dengan ketentuan baru ini.

Harapan bagi Daya Saing Ekonomi nasional

Diskusi ini menyoroti pentingnya kolaborasi antara DJP, pelaku usaha, dan profesi akuntan pajak dalam mengawal implementasi Pillar 2 di Indonesia. Beberapa poin utama yang menjadi perhatian dalam diskusi ini meliputi:

  • Perlunya sosialisasi dan edukasi yang lebih luas terkait PMK 136/2024 agar wajib pajak lebih siap dalam menghadapi perubahan kebijakan ini.
  • Penyempurnaan regulasi turunan untuk mengakomodasi kebutuhan administrasi dan kepatuhan wajib pajak, serta memberikan kejelasan dalam pelaksanaannya.
  • Pengembangan sistem pelaporan pajak yang lebih terintegrasi dan efisien guna mengurangi beban administrasi yang dapat menjadi kendala bagi perusahaan dalam memenuhi kewajiban pajaknya.
  • Penyelarasan insentif pajak dengan kebijakan GMT agar tetap menjaga daya saing investasi di Indonesia tanpa mengurangi penerimaan pajak negara.

Acara ini ditutup dengan harapan bahwa penerapan Pajak Minimum Global di Indonesia dapat berjalan efektif serta memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak sekaligus menjaga daya saing ekonomi nasional. Dengan adanya sinergi antara pemerintah dan sektor bisnis, kebijakan ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang optimal tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi perusahaan yang beroperasi di Indonesia.

Tentang IAI

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) adalah organisasi profesi akuntan yang menaungi seluruh akuntan di Indonesia yang tersebar di 34 provinsi. IAI merupakan anggota dan pendiri International Federation of Accountants (IFAC) dan ASEAN Federation of Accountants (AFA), serta associate member Chartered Accountants Worldwide (CAW).

Untuk menjaga integritas dan profesionalisme akuntan Indonesia, IAI menerbitkan Kode Etik Akuntan Indonesia. Sebagai standard setter, IAI menyusun dan menetapkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia.

Informasi lebih lanjut tentang IAI, kunjungi www.iaiglobal.or.id, atau email ke iai-info@iaiglobal.or.id