Page 107 - Modul CA - Manajemen Perpajakan (Plus Soal)
P. 107
MANAJEMEN PERPAJAKAN
Penghasilan teratur merupakan penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-
kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan,
harta dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Sedangkan penghasilan tidak teratur dapat berupa keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata
uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan
dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil. Penghasilan tidak teratur ini
dapat dipotong/dipungut pajak oleh pihak yang memberikan penghasilan. Terkait dengan penghasilan
teratur dan tidak teratur, maka penghitungan angsuran pajak dalam tahun, maka penghitungan PPh Pasal
25 bagi WP yang memperoleh penghasilan tidak teratur adalah sebagai berikut:
Perencanaan Pajak yang bisa dilakukan terkait pengelompokan jenis penghasilan adalah untuk meminimalkan
pembayaran Angsuran PPh Pasal 25. Jika penghasilan Tidak Teratur tadi tidak dikelompokkan dan tidak di
catat sesuai dengan transaksi yang sebenarnya, maka Angsuran PPh Pasal 25 yang dibayar setiap bulannya
menjadi lebih besar dan bisa jadi akan berefek menjadi Lebih Bayar pada SPT Tahunan PPh Badan tahun
berikutnya.
{( Penghasilan Netto menurut SPT Tahun PPh Tahun Pajak yang lalu – Penghasilan
Tidak Teratur) X tarif Ps17 } – Pph 22,23 & 24
12
DOKUMEN
7.3 Foreign Exchange Revenue
Keuntungan selisih kurs dapat disebabkan oleh fluktuasi kurs mata uang asing atau karena adanya
IAI
kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter. Contoh transaksi yang dapat menimbulkan selisih kurs
seperti piutang dagang yang ditagih dalam mata uang asing, kas/bank dalam USD, deposito dalam USD,
pembayaran di muka dalam USD, pinjaman dalam mata uang asing, dll. Berdasarkan UU PPh Pasal 4 ayat
(1) huruf l, keuntungan selisih kurs merupakan obyek Pajak Penghasilan.
Terdapat dua pilihan pembukuan valas, yaitu:
1. Berdasar kurs tetap (kurs historis), dengan mengakui keuntungan selisih kurs pada saat realisasi
valas, dan
2. Berdasar kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun (per
tanggal neraca), dengan mengakui keuntungan selisih kurs pada setiap akhir tahun dan saat realisasi.
Untuk transparansi antara akuntansi pajak dan akuntansi komersial, agar administrasi pajak mudah dengan
biaya administrasi dan biaya kepatuhan murah, maka dalam rangka transparansi pajak dan akuntansi, UU
PPh memilih mengikuti praktik pembukuan WP yang diselenggarakan secara taat asas sesuai dengan SAK
yang berlaku di Indonesia (Gunadi, 2013), saat ini kita mengacu kepada PSAK 10 tentang Transaksi dalam
Mata Uang Asing.
98 Ikatan Akuntan Indonesia