Page 223 - MODUL AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH
P. 223
wakil yang memiliki kekuasaan untuk bertindak dan dapat dipercayai untuk
menjual barang gadaian.
Apabila pemegang gadai telah menjual barang gadaian tersebut dan ternyata ada
kelebihan dari yang seharusnya dibayar oleh si pegadai, maka kelebihan tersebut
harus diberikan kepada si pegadai. Sebaliknya sekalipun barang gadaian telah dijual
dan ternyata belum dapat melunasi utang si pegadai, maka si pegadai masih punya
kewajiban untuk membayar kekurangannya.
Sayyid Sabiq mengatakan jika terdapat klausula murthahin berhak menjual barang
gadai pada waktu jatuh tempo perjanjian gadai, maka ini dibolehkan. Argumentasi
yang diajukan adalah bahwa menjadi haknya pemegang barang gadaian untuk
menjual barang gadaian tersebut. Pendapat ini berbeda dengan pendapat Imam
Syafi’i yang memandang dicantumkannya klausula tersebut dalam perjanjian gadai
adalah batal demi hukum.
Dahulu pada zaman tradisi Arab sebelum Islam datang, jika orang yang
menggadaikan barang tidak mampu mengembalikan pinjaman, maka hak
kepemilikan barang gadai beralih ke pemegang gadai. Praktek semacam inilah yang
kemudian dibatalkan oleh Islam.
Dapat disimpulkan bahwa akad gadai (rahn) berakhir dengan hal-hal sebagai
berikut :
1. Barang telah diserahkan kembali kepada pemiliknya.
2. Rahin membayar utangnya.
3. Dijual dengan perintah hakim atas perintah rahin.
4. Pembebasan utang dengan cara apapun, meskipun tidak ada persetujuan dari
pihak rahin.
Ibnu Al-Mundzir mengatakan semua ulama sependapat, bahwa siapa yang
memborgkan sesuatu harta, kemudian dia melunasi sebagiannya, dan ia
menghendaki mengeluarkan sebagian borg (lagi), sesungguhnya yang demikian itu
214 | A K A D , T A T A K E L O L A D A N E T I K A S Y A R I A H