Page 193 - Modul CA - Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat (Plus Soal)
P. 193
ETIKA PROFESI
DAN TATA KElOlA
KORPORAT
itu, mereka akan menghadapi kendala mencari pihak independen untuk menangani laporan mereka karena
kejahatan melibatkan pimpinan puncak dan banyak pihak. Oleh sebab itu, diperlukan upaya untuk membangun
mekanisme penyaluran pengaduan oleh berbagai pihak (pemangku kepentingan) terhadap kemungkinan
kejahatan dan/atau pelanggaran aturan/etika yang dilakukan oleh orang dalam korporat. Mekanisme tersebut
harus menjamin independensi penanganan laporan dan menjamin keselamatan pihak pelapor.
Prinsip OECD ke-4, sub-prinsip E, menegaskan bahwa untuk mewujudkan tata kelola perusahaan yang
baik, maka perlu dilakukan upaya yang memungkinkan para pemangku kepentingan, termasuk karyawan
secara individu dan lembaga yang mewakilinya, dapat secara bebas mengkomunikasikan kemungkinan
tindakan pelanggaran aturan/etika kepada Board (Dewan Komisaris atau lembaga yang diberi kewenangan
ini, misalnya Komite Audit) dan mendapatkan perlindungan atas pelaksanaan haknya tersebut. Pelanggaran
aturan/etika oleh pimpinan perusahaan memiliki dampak negatif yang sangat besar, baik bagi perusahaan
maupun pemegang saham. Oleh sebab itu perusahaan dan pemegang saham seharusnya memiliki
kepentingan yang sama atas penerapan prinsip ini.
Menurut OECD, di beberapa negara, peraturan perundang-undangan mendorong Dewan Komisaris untuk
memberikan perlindungan kepada pihak pelapor atau whistleblower, dan memberikan akses langsung
yang bersifat rahasia kepada anggota komisaris yang independen, anggota komite audit, atau komite etika.
Beberapa perusahaan juga dapat mengembangkan unit yang berperan sebagai ombusman atas keluhan-
keluhan yang disampaikan. Beberapa regulator juga membuat jalur telepon dan email pengaduan yang
DOKUMEN
bersifat rahasia. OECD menegaskan perlindungan yang sama harus diberikan baik kepada whistleblower
yang merupakan institusi maupun individu. Jika mekanisme di dalam perusahaan tidak dapat memfasilitasi
mekanisme whistleblowing atau penangangan tidak dilakukan dengan memadai, maka whistleblower dapat
melaporkannya kepada pejabat publik yang berwenang. Perusahaan tidak boleh melakukan tindakan
hukuman atau tindakan diskriminatif terhadap whistleblower.
Pedoman Umum GCG Indonesia telah mengatur tentang whistleblower pada beberapa bagian, yaitu sebagai
berikut: IAI
1. Bab 1 tentang Pedoman Pokok Pelaksanaan Peranan Negara, disebutkan bahwa Negara didorong
memberlakukan peraturan perundang-undangan untuk melindungi saksi dan pelapor (whistleblower)
yang memberikan informasi mengenai suatu kasus yang terjadi pada perusahaan. Pemberi informasi
dapat berasal dari manajemen, karyawan perusahaan atau pihak lain.
2. Bab 3 tentang Pedoman Pokok Pelaksanaan, Pedoman Perilaku, Fungsi Pedoman Perilaku, disebutkan
bahwa pedoman perilaku mencakup panduan tentang benturan kepentingan, pemberian dan
penerimaan hadiah dan donasi, kepatuhan terhadap peraturan, kerahasiaan informasi, dan pelaporan
terhadap perilaku yang tidak etis.
3. Bab 3 tentang Pedoman Pokok Pelaksanaan, Pedoman Perilaku, pelaporan atas pelanggaran dan
perlindungan bagi pelapor, disebutkan bahwa:
a. Dewan Komisaris berkewajiban untuk menerima dan memastikan bahwa pengaduan tentang
pelanggaran terhadap etika bisnis, pedoman perilaku, peraturan perusahaan dan peraturan
perundang-undangan, diproses secara wajar dan tepat waktu;
b. Setiap perusahaan harus menyusun peraturan yang menjamin perlindungan terhadap individu
yang melaporkan terjadinya pelanggaran terhadap etika bisnis, pedoman perilaku, peraturan
perusahaan dan peraturan perundang-undangan. Dalam pelaksanannya, Dewan Komisaris dapat
memberikan tugas kepada komite yang membidangi pengawasan implementasi GCG.
Pedoman Umum GCG Indonesia mendorong keberadaan mekanisme whistleblowing dan perlindungan
terhadap whistleblower secara sukarela (voluntary) dan tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk
menerapkannya. Namun demikian, dalam Peraturan Bapepam-LK X.K.6 disebutkan bahwa jika emiten
atau perusahaan publik memiliki sistem whistleblowing, maka perusahaan wajib mengungkapkannya dalam
184 Ikatan Akuntan Indonesia