Page 41 - Modul CA - Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat (Plus Soal)
P. 41
ETIKA PROFESI
DAN TATA KElOlA
KORPORAT
3.3 Lingkungan Etika di Indonesia
Indonesia memiliki konteks yang sangat berbeda dengan Amerika Serikat. Peran pemerintah di Indonesia
relatif lebih besar dibandingkan peran bisnis. Lembaga pasar modal masih relatif belum terinstitusionalisasi.
Sebagian besar bisnis masih merupakan perusahaan keluarga dimana pemegang saham pengendali adalah
pendiri perusahaan. Sebagian bisnis menjadi tumbuh berkembang berkat bantuan Pemerintah ataupun
hubungan istimewa dengan Pemerintah yang berkuasa. Sebagian bisnis masih tergantung kepada proyek
Pemerintah.
Risiko dari suatu peranan negara yang besar adalah korupsi. Di Indonesia, korupsi telah terjadi jauh
sejak awal kemerdekaannya, di tahun 1950an, dengan pelaku yang berganti-ganti tergantung siapa yang
memegang kekuasaan. Pada awal kemerdekaan, Indonesia menerapkan sistem demokrasi liberal di mana
politisi sipil yang memegang kekuasaan dan yang melakukan korupsi. Pada akhir tahun 1950an, Presiden
Soekarno memperkenalkan sistem demokrasi terpimpin, mengambil alih kekuasaan dari politisi sipil dan
membaginya dengan tentara. Korupsi dilakukan oleh birokrasi dan tentara. Pada tahun 1966, Presiden
Soeharto mengambil alih kekuasaan sehingga sepenuhnya berada di tangan tentara dan korupsipun banyak
dilakukan oleh tentara. Pada tahun 1998, rakyat Indonesia sepakat untuk melakukan korupsi. Kekuasaan
kembali ke tangan politisi sipil dengan pelaku korupsi yang semakin banyak, mulai dari anggota parlemen,
birokrasi sampai ke penegak hukum.
DOKUMEN
Fokus masyarakat terhadap korupsi menyebabkan kecurangan yang dilakukan bisnis tidak terlalu terungkap
ataupun mudah terlupakan. Padahal sebagian korupsi terjadi berkat dukungan dari pengusaha dan kolusi
antara pemegang kekuasaan dan pebisnis.
Pada masa demokrasi liberal tahun 1950-1957, banyak partai politik yang mendirikan perusahaan, sebagai
sumber dana untuk persiapan pemilihan umum. Selain itu banyak anggota partai yang berbisnis dengan
IAI
bermitra pengusaha.
Sumber korupsi yang besar di masa demokrasi liberal adalah pelaksanaan Program Benteng. Program ini
bertujuan untuk menciptakan keseimbangan di dalam perekonomian yang sebelumnya didominasi oleh
pengusaha Belanda dan Cina, yaitu dengan dengan mengembangkan pengusaha pribumi melalui pemberian
lisensi importir dan fasilitas kredit impor. Dalam kenyataannya sebagian besar lisensi diberikan kepada
orang-orang yang memiliki hubungan dengan tokoh-tokoh yang berkuasa di birokrasi dan partai yang
memiliki kewenangan dalam pemberian lisensi dan kredit. Para pemegang lisensi ini kemudian menjual
lisensi dengan harga 200%-250% dari nilai nominalnya dan tidak mengembalikan kredit. Sedangkan pembeli
lisensi adalah pengusaha Cina yang sebelumnya telah menjadi importir, sehingga ketika itu dikenal sebutan
pengusaha Ali Baba.
Setelah kejatuhan Soekarno, beberapa pengusaha yang dianggap kroni Soekarno menghadapi tuntutan
hukum Mereka dituduh melakukan penyuapan untuk mendapatkan lisensi dan kredit impor, dan
menggunakan melakukan impor material dengan menggunakan perusahaan yang tidak memiliki lisensi.
Mereka sempat dipenjara dan aset mereka disita.
Orde baru membawa pengusaha baru. Kebanyakan dari mereka adalah pengusaha yang telah lama menjalin
hubungan dengan tentara di masa demokrasi terpimpin ataupun yang segera membangun hubungan dengan
pejabat baru. Mereka tumbuh dengan pesat bersama dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang membaik
akibat tingginya harga minyak dan datangnya investasi asing ke Indonesia. Kebanyakan mengawali usaha
dengan menjadi pemasok Pemerintah, memperoleh lisensi, konsesi, dan kredit sebagaimana pengusaha
pada periode sebelumnya sampai kemudian berkembang menjadi mitra investor asing. Mereka menjalankan
berbagai usaha sepanjang ada kesempatan. Karena itu mereka kemudian disebut sebagai konglomerat.
32 Ikatan Akuntan Indonesia