Page 42 - Modul CA - Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat (Plus Soal)
P. 42

ETIKA PROFESI
                                                                                                  DAN TATA KElOlA
                                                                                                      KORPORAT




               Mereka lalu memanfaatkan kebijakan liberalisasi pasar modal tidak sekedar untuk memperoleh dana,
               namun memperoleh dana yang jauh lebih besar dari nilai perusahaan dengan melakukan rekayasa akuisisi
               internal. Akuisisi internal merupakan strategi yang populer dilakukan oleh kelompok konglomerat sejak
               tahun 1991 di mana perusahaan-perusahaan dalam kelompok usaha yang sama saling melakukan akuisisi
               atau cross holding dengan harga yang ditetapkan secara internal untuk perusahaan yang tidak tercatat di
               bursa atau menggunakan harga pasar yang telah direkayasa untuk perusahaan telah tercatat. Dengan akuisisi
               internal, pengusaha mendapat dana yang lebih besar dan kesempatan untuk memperoleh pinjaman yang
               lebih besar lagi untuk mendirikan usaha baru yang kemudian kembali diakuisisi internal. Akuisisi internal
               menyebabkan aset para konglomerat ini tumbuh berkali-kali lipat.

               Pada paruh kedua Orde Baru muncul turunan baru dari korupsi, yaitu nepotisme, pada saat keluarga pejabat
               marak menjadi pengusaha. Sebagaimana pengusaha era sebelumnya,  mereka berusaha dengan  menjadi
               pemasok Pemerintah, dan kemudian memperoleh lisensi, konsesi, dan kredit. Sebagian dari proyek, lisensi
               dan konsesi dijual kepada pengusaha lain. Pengusaha yang ingin berkembang harus bermitra dengan
               mereka.  Pada periode ini semakin sulit untuk dibedakan antara lembaga Pemerintah dan perusahaan milik
               pribadi pejabat pemerintah. Para pejabat berlomba-lomba untuk memajukan bisnis anak-anaknya.

               Sementara itu, setelah akuisisi internal dilarang, pengusaha memanfaatkan kebijakan liberalisasi perbankan
               dengan mendirikan bank dan memanfaatkan dana masyarakat untuk pembiayaan kelompok usahanya.
               Setelah Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK),
                               DOKUMEN
               pebisnis mencari dana melalui kredit dari bank lain, terutama bank Pemerintah, tukar menukar kredit
               dengan bank swasta lainnya, dan melakukan pelanggaran  BMPK.
               Pengusaha juga mencari dana melalui utang luar negeri yang menawarkan bunga yang lebih rendah. Dalam
               tempo singkat jumlah utang swasta luar negeri  meningkat dengan pesat sehingga melampaui utang resmi
               Pemerintah. Pada awal Mei 1998 besarnya utang luar negeri swasta dari 1.800 perusahaan diperkirakan
                                                     IAI
               berkisar antara US$63 hingga US$64 milyar, sementara utang pemerintah US$53,5 milyar. Utang swasta ini
               berjangka waktu pendek, rata-rata hanya 18 bulan dan sebagian besar dari pinjaman luar negeri swasta ini
               tidak di hedge. Besarnya utang swasta ini, menurut Bank Dunia, sebagai salah satu sebab utama terjadinya
               krisis ekonomi di Indonesia tahun 1998.

               Krisis ekonomi telah membuat Pemerintah harus mengeluarkan dana sebesar Rp647 triliun, dimana di
               antaranya sebesar Rp144,5 triliun merupakan BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). BLBI merupakan
               bantuan yang diberikan Bank Indonesia kepada perbankan untuk menghadapi penarikan dana besar-
               besaran dari nasabah. BLBI diberikan kepada 48 bank umum swasta nasional.

               BLBI kemudian menjadi salah satu skandal terbesar dalam sejarah bisnis di Indonesia. Skandal berawal
               dari temuan audit BPK yang menemukan 59,7% dari dana BLBI tersebut, atau sebesar Rp84,84 triliun tidak
               digunakan untuk membayar dana nasabah, melainkan untuk membiayai kontrak derivatif, membiayai
               ekspansi kredit, dan membayar kewajiban kepada pihak terkait.

               Permasalahan  yang lebih besar muncul pada saat Pemerintah kesulitan untuk melakukan penagihan.
               Pemerintah meminta kesediaan pemilik bank untuk membayar BLBI yang diberikan dengan imbalan akan
               diberikan pengecualian hukum (release and discharge) atas berbagai pelanggaran yang dilakukan. Jika
               mereka tidak bersedia, maka BPPN akan melakukan tuntutan hukum.

               Awalnya pemerintah meminta pemilik bank yang tidak mampu  membayar tunai dapat melakukan
               pengembalian BLBI dengan menyerahkan asetnya, baik berupa perusahaan, saham, aset tetap, dan piutang,
               melalui perjanjian master settlement and acquisition agreement (MSAA). Pemerintah, melalui BPPN, akan
               melakukan penjualan atas aset-aset tersebut Pemilik bank awalnya berkeberatan dan mereka baru bersedia
               menandatangani perjanjian setelah disepakati menggunakan auditor dan konsultan keuangan yang mereka
               tunjuk. Belakangan terungkap nilai aset yang diberikan digelembungkan. Sebagian lainnya sebetulnya sudah





                                                                                    Ikatan Akuntan Indonesia      33
   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47