Page 43 - Modul CA - Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat (Plus Soal)
P. 43

ETIKA PROFESI
            DAN TATA KElOlA
            KORPORAT




            digadaikan ke pihak lain. Permasalahan lainnya adalah pengelolaan perusahaan yang sudah diserahkan
            masih berada di tangan pemilik lama, karena pemerintah (BPPN) merasa tidak memiliki kemampuan
            untuk mengambil alih pengelolaan. Timbul risiko terjadi rekayasa aset dan keuntungan dari perusahaan-
            perusahaan tersebut.
            Permasalahan  lainnya  adalah  pengelolaan  perusahaan  yang  sudah  diserahkan  masih  berada  di  tangan
            pemilik  lama,  karena  pemerintah  (BPPN)  merasa  tidak  memiliki  kemampuan  untuk  mengambil  alih
            pengelolaan. Timbul risiko terjadi rekayasa aset dan keuntungan dari perusahaan-perusahaan tersebut.

            Akibatnya, dengan pola MSAA ini, Pemerintah harus menanggung kerugian karena hanya dapat menjual
            aset sekitar 20-30% dari nilai yang seharusnya diperoleh. Lebih dari itu, sebagian pemilik lama berupaya
            untuk mendapatkan kembali aset yang mereka serahkan pada saat aset tersebut dijual Pemerintah dengan
            harga murah. Bahkan mereka membelinya dengan kredit dari bank.

            Pemerintah lalu memperbaiki MSAA dengana master refinancing agreement and note issuance agreement
            (MRNIA), dimana pemilik bank tidak menyerahkan asetnya, tapi hanya menjaminkan. Mereka bertanggung
            jawab untuk penjualan aset tersebut. Selain itu mereka juga diminta untuk memberikan jaminan pribadi
            (personal guarantee) jika terjadi kekurangan atas aset yang dijual. Baik dengan MSAA ataupun MRNIA,
            pemilik bank diwajibkan melunasi utangnya dalam tempo 4 tahun.
            Ternyata perjanjian tidak berjalan seperti yang diharapkan. Banyak pemilik bank yang telah menandatangani
                               DOKUMEN
            perjanjian, gagal untuk menepati pelunasan dalam tempo 4 tahun. Banyak yang mencurigai bahwa para
            pemilik bank memang tidak berniat untuk melunasi utangnya. Mereka sebetulnya masih memiliki banyak
            aset dan usaha yang menguntungkan di luar negeri. Namun pemerintah tidak melakukan tindakan tegas.
            Justru sempat diputuskan waktu pelunasan diperpanjang sampai 10 tahun dengan tingkat bunga yang lebih
            rendah dan pemberian diskon.
                                                     IAI
            Banyak faktor penyebab para pemilik bank tidak membayar kewajibannya. Faktor pertama adalah mereka
            memperoleh perlindungan dari pejabat pemerintah. Ada pemilik bank yang mendapat keringanan dalam
            MSAA dan MRNIA, karena memiliki akses langsung dengan pusat kekuasaan. Pihak BPPN juga mengalami
            kesulitan dalam bernegosiasi dengan pemilik bank,  karena intervensi dari pejabat-pejabat tertentu.
            Akhirnya, semangat dan ketegasan dari pejabat BPPN pudar dan mereka ikut terlibat dalam kolusi.

            Faktor lainnya adalah banyak proses hukum dari pemilik bank yang berjalan lambat. Hanya sebagian kecil
            yang dilimpahkan ke pengadilan. Sampai dengan akhir tahun 2001, BPPN telah mengajukan 2.400 perkara.
            Sebanyak 2.064 kasus masih dalam proses penyidikan dan pengadilan, 106 kasus masih dalam tahap banding
            dan kasasi, dan 230 kasus telah diputus, dan dalam sebagian besar kasus itu BPPN dinyatakan kalah.

            Pada akhir tahun 2002, Presiden Megawati mengeluarkan Inpres No. 8 tahun 2002 tentang pemberian jaminan
            hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitur yang
            tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham, yang dikenal
            dengan Inpres Release and Discharge. Berdasarkan Inpres ini, pemilik bank kembali mendapat keringanan.
            Mereka  dianggap  sudah  menyelesaikan  utangnya  dan  mendapat  Surat  Keterangan  Lunas,  hanya  dengan
            membayar tunai 30% dari kewajibannya dan membayar 70% sisanya dalam bentuk sertifikat bukti hak.

            Sampai dengan tahun 2008, tidak terlalu banyak kemajuan yang dicapai dalam penyelesaian hukum kasus
            BLBI.  Hanya terdapat 3 kasus yang memperoleh kepastian hukum.

            Surat Keterangan Lunas yang telah diberikan kepada pemilik bank ternyata tidak sepenuhnya memberikan
            kepastian hukum. Pada pertengahan tahun 2007 Kejaksaan Agung mengumumkan pembentukan tim
            khusus beranggotakan 35 orang untuk mengungkapkan kembali kasus BLBI, dengan fokus kepada kasus
            BCA  (Anthony Salim)  dan  BDNI  (Sjamsul Nursalim). Tim  ini selanjutnya  secara  intensif  melakukan







     34      Ikatan Akuntan Indonesia
   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48