Page 137 - Modul CA - Manajemen Perpajakan (Plus Soal)
P. 137

MANAJEMEN PERPAJAKAN







            10.4  Saat Penyetoran dan Pelaporan PPh Potong Pungut


            1.     Penyetoran PPh  potong pungut dilakukan ke kas paling lambat tanggal 10 bulan berikut dengan
                   menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
            2.     Pelaporan PPh dilakukan ke KPP tempat pemotong/pemungut terdaftar paling lambat tanggal 20
                   bulan berikut dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa (SPM).





            10.5  Sanksi-sanksi Pajak Terkait


            Sanksi  pajak  yang terkait dengan  pelaksanaan  kewajiban  PPh potong  pungut  antara lain  adalah  sanksi
            kurang potong (2% dari pajak yang kurang dipotong), sanksi terlambat potong (2% perbulan dari pajak
            yang terlambat dipotong), salah potong misalnya seharusnya memotong PPh Pasal 23 tapi dipotong PPh
            Pasal 21 (dianggap tidak memotong), sanksi tidak memotong, sanksi memotong tapi tidak menyetorkan,
            dll. Bagi pihak yang dipotong juga terdapat sanksi pajak, antara lain: sanksi 100% dari pajak terutang jika
            pihak yang dipotong tidak memiliki NPWP, sanksi  pajak yang telah dipotong tidak dapat dikreditkan jika
            tidak memenuhi persyaratan-persyaratan pengkreditan.


                               DOKUMEN

            10.6  Perencanaan Pajak pada PPh Potong Pungut


            Karena sistem withholding tax (dalam hal ini PPh potong pungut) melibatkan dua pihak, yakni pihak pemberi
                                                     IAI
            penghasilan sebagai pihak pemotong/pemungut dan pihak penerima penghasilan sebagai pihak yang
            dipotong/dipungut, maka untuk mencapai efisiensi yang maksimal, perencanaan pajak pada PPh Potong
            Pungut harus difokuskan pada dua sisi, yakni sisi sebagai wajib potong manakala perusahaan melakukan
            pembayaran atas objek PPh potong pungut dan sisi sebagai pihak yang dipotong manakala perusahaan
            menerima/memperoleh penghasilan yang merupakan objek PPh potong pungut. Hal ini dikarenakan dapat
            saja dalam masa pajak  yang sama perusahaan berada pada posisi sebagai wajib potong dan sekaligus berada
            pada posisi pihak yang dipotong.

            Contoh:
            Pada laporan rugi laba PT A terdapat objek PPh potong pungut baik pada pos penghasilan maupun pada
            pos biaya, sebagai berikut:
            Pada pos penghasilan:
            1.     Penghasilan royalti dari PT B ( objek PPh pasal 23)
                   Penghasilan dari sewa peralatan dari PT C (objek PPh pasal 4 ayat (2)/PPh final)
                   Pada pos biaya:
                   a.  Biaya bunga pinjaman kepada PT C (objek PPh pasal 23)
                   b.  Biaya sewa showroom kepada PT D (objek PPh pasal 4 ayat (2)/PPh final)
                   c.  Biaya jasa konsultan pajak XYZ ( objek PPh pasal 23)

            Apabila objek PPh potong pungut tersebut  ada pada pos penghasilan berarti PT A merupakan pihak yang
            dipotong PPh potong pungut, sedangkan apabila objek PPh potong pungut ada pada pos biaya berarti PT
            merupakan pihak yang wajib memotong PPh potong pungut tersebut.











     128     Ikatan Akuntan Indonesia
   132   133   134   135   136   137   138   139   140   141   142