Page 140 - Modul CA - Manajemen Perpajakan (Plus Soal)
P. 140
MANAJEMEN PERPAJAKAN
Pada beberapa tax treaty (Indonesia-Luxemburg, Indonesia- Pakistan, Indonesia- Jerman, Indonesia
– Switzerland), atas pembayaran imbalan jasa teknik (active income) kepada WPLN yang merupakan
resident negara tersebut pihak pembayar di Indonesia wajib memotong PPh Pasal 26 dengan reduced
rate tax treaty dari imbalan bruto (mirip dengan pemajakan atas passive income), meskipun WPLN
tersebut tidak memiliki BUT di Indonesia, sepanjang jasa teknik tersebut dilakukan di Indonesia.
2. Perlakuan pajak jika WPLN tersebut bukan merupakan resident negara treaty partner (non treaty partner):
Untuk passive income yang diterima WPLN non treaty partner, pihak pembayar di Indonesia wajib
memotong PPh Pasal 26 dengan menggunakan tarif Undang-Undang Pajak Penghasilan, yaitu 20%
dari jumlah bruto jika WPLN tersebut tidak memiliki BUT di Indonesia. Dalam hal WPLN tersebut
memiliki BUT di Indonesia, maka pihak pembayar di Indonesia wajib memotong PPh Pasal 23
sebesar 15% dari jumlah bruto.
Sebaliknya untuk active income yang diterima WPLN non treaty partner, pihak pembayar di Indonesia
wajib memotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah bruto jika WPLN tersebut tidak memiliki
Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Dalam hal WPLN tersebut memiliki BUT di Indonesia,
maka pihak pembayar di Indonesia wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto.
10.6.5 Rekonsiliasi Obyek Pemotongan PPh Pot-Put
Pembahasan rekonsiliasi/ekualisasi objek pemotongan PPh pot-put ini dapat dilakukan tinjauannya dari 2
DOKUMEN
(dua) aspek, yaitu: aspek perusahaan sebagai pihak pemberi penghasilan (pemotong) dan segi perusahaan
selaku pihak penerima penghasilan (pihak yang dipotong).
1. Rekonsiliasi obyek PPh pot-put bagi perusahaan selaku pemotong
Upaya manajemen pajak yang terukur apabila perusahaan bertindak selaku pemotong pajak
IAI
(withholding tax agent), salah satunya adalah melakukan rekonsiliasi/ekualisasi atas kewajiban
pemotongan PPh pot-put. Caranya adalah dengan membandingkan objek pemotongan PPh pot-put
berdasarkan angka yang tertera dalam laporan keuangan dengan dasar pengenaan pajak yang telah
dilaporkan perusahaan dalam SPT Masa PPh pot-put yang bervariasi, mulai dari pemotongan PPh
Pasal 4 ayat (2), 15, 21/26, 22, dan 23/26, tergantung objeknya.
2. Rekonsiliasi obyek PPh pot-put bagi perusahaan selaku pihak yang dipotong
Selaku penerima penghasilan yang merupakan objek PPh pot-put, perusahaan akan dipotong
pajaknya oleh pelanggan. Untuk kepentingan perpajakan, perusahaan dapat melakukan rekonsiliasi
objek PPh pot-put berdasarkan bukti potong yang diterima dari pelanggan dengan penghasilan yang
dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan atau audit report laporan keuangannya. Perbedaan atau
selisih angka rekonsiliasi akan berakibat adanya eksposure atas kewajiban PPh badan perusahaan
dan/atau berkonsekuensi pada penetapan PPN apabila penghasilan tersebut adalah juga merupakan
objek PPN.
Catatan: selisih perbedaan akibat rekonsiliasi harus dapat dijelaskan dan didukung oleh bukti-bukti
yang memadai untuk menghindari koreksi fiskus jika terjadi pemeriksaan pajak.
Ikatan Akuntan Indonesia 131