Page 138 - Modul CA - Manajemen Perpajakan (Plus Soal)
P. 138
MANAJEMEN PERPAJAKAN
10.6.1 Perencanaan Pajak pada Posisi sebagai Pemotong
Pada posisi sebagai pemotong, perusahaan memiliki kewajiban yang wajib dilaksanakan dan apabila
perusahaan tidak atau lalai melaksanakan kewajiban tersebut, maka secara otomotis perusahaan akan
terkena sanksi pajak. Adapun kewajiban perusahaan sebagai wajib potong PPh potong pungut adalah:
1. Kewajiban untuk memotong PPh atas objek PPh potong pungut, dilakukan dengan menggunakan
sarana bukti potong.
Pada kewajiban memotong atas objek PPh potong pungut, terdapat beberapa sanksi pajak yang
terkait, seperti: sanksi kurang potong (2% dari pajak yang kurang dipotong), sanksi terlambat potong
(2% perbulan dari pajak yang terlambat dipotong), salah potong misalnya seharusnya memotong
PPh Pasal 23 tapi dipotong PPh Pasal 21 (dianggap tidak memotong), sanksi tidak memotong, dll.
2. Kewajiban menyetorkan PPh yang telah dipotong ke Kas Negara dengan menggunakan sarana Surat
Setoran Pajak (SSP).
Pada kewajiban menyetorkan pajak yang telah dipotong, terdapat beberapa sanksi pajak terkait,
seperti: sanksi terlambat setor (2% perbulan dari pajak yang terlambat disetor), sanksi kurang setor
(2% dari pajak yang kurang disetor), sanksi tidak menyetor, dll.
3. Kewajiban melaporkan PPh yang telah dipotong dan disetor tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak
tempat perusahaan terdaftar dengan menggunakan sarana SPT Masa (SPM).
Pada kewajiban melapor terdapat sanksi pajak terkait, seperti: terlambat lapor (terkena sanksi
administrasi sebesar Rp100.000). Adapun tujuan dari perencanaan pajak pada posisi sebagai wajib
DOKUMEN
potong adalah untuk mencapai efisiensi dengan cara menghindari sanksi-sanksi pajak terkait dengan
pelaksanaan tiga kewajiban di atas.
Untuk menghindari sanksi pajak terkait dengan kewajiban perpajakan di atas, maka perusahaan
harus memperhatikan hal-hal berikut:
IAI
a. Kapan saat terutangnya PPh potong pungut tersebut.
b. Apa saja yang merupakan objek PPh potong pungut dan berapa tarif pajaknya.
c. Kapan PPh potong pungut harus dibayarkan ke kas Negara.
d. Kapan PPh yang telah dipotong tersebut harus dilaporkan ke KPP.
e. Apa saja sanksi terkait dengan ketiga kewajiban tersebut.
4. Perencanaan pajak pada posisi sebagai pihak yang dipotong.
10.6.2 Perencanaan Pajak pada Posisi sebagai Pihak yang Dipotong
Pada posisi sebagai pihak yang dipotong, perusahaan memiliki hak pengkreditan atas PPh yang telah
dipotong oleh pihak ketiga terhadap PPh Badan perusahaan (sepanjang PPh yang dipotong tidak tergolong
PPh final). Hak pengkreditan tersebut tidak bersifat otomatis, karena untuk dapat mengkreditkan perusahaan
harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, yakni:
1. Harus didukung oleh bukti potong asli (atau legalisir sesuai asli).
2. Tahun pengkreditan harus sesuai dengan tahun yang tertera pada bukti potong.
3. Jenis pajak yang tercantum pada bukti potong dan SSP harus benar (atau didukung oleh Surat
Pemindahbukuan yang diterbitkan oleh KPP jika terjadi kesalahan jenis PPh yang dipotong).
Adapun tujuan dari perencanaan pajak pada posisi sebagai pihak yang dipotong adalah untuk mencapai
efisiensi dengan cara memaksimalkan pemanfaatan hak pengkreditan tersebut. Untuk itu perusahaan harus
selalu memperhatikan persyaratan untuk dapat melakukan pengkreditan PPh potong pungut di atas.
Ikatan Akuntan Indonesia 129