Page 75 - Modul CA - Manajemen Perpajakan (Plus Soal)
P. 75
MANAJEMEN PERPAJAKAN
Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
c. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;
d. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
e. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak; dan/atau
f. Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).
(4c) Pengembalian kelebihan Pajak Masukan kepada Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (4b) huruf a sampai dengan huruf e, yang mempunyai kriteria sebagai Pengusaha Kena Pajak
berisiko rendah, dilakukan dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan perubahannya.
(4d) Ketentuan mengenai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah yang diberikan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4c) diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
(4e) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (4c) dan menerbitkan surat ketetapan pajak setelah melakukan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak.
(4f) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4e), Direktur Jenderal
Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan
sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang
DOKUMEN
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Perubahannya.
(5) Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang
pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang
terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
IAI
(6) Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang
pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk
penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman
yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
(6a) Pajak Masukan yang telah dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) dan telah diberikan
pengembalian wajib dibayar kembali oleh Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak
tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak
Masa Pajak pengkreditan Pajak Masukan dimulai.
(6b) Ketentuan mengenai penentuan waktu, penghitungan, dan tata cara pembayaran kembali sebagaimana
dimaksud pada ayat (6a) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(7) Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang peredaran usahanya
dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi jumlah tertentu, kecuali Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (7a), dapat dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan
Pajak Masukan.
(7a) Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan
kegiatan usaha tertentu dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak
Masukan.
(7b) Ketentuan mengenai peredaran usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7), kegiatan usaha tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (7a), dan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (7a) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur ketentuan Pasal 9 ayat (7), (7a) dan (7b) adalah Peraturan
Menteri Keuangan No: 74/PMK.03/2010.
66 Ikatan Akuntan Indonesia