Page 90 - Modul CA - Manajemen Perpajakan (Plus Soal)
P. 90
MANAJEMEN PERPAJAKAN
yang diterima lebih besar dan tidak mengalami kerugian.
Terkait dengan aspek legalitas tax management untuk kasus Indonesia, Mohammad Yusuf berpendapat
bahwa rambu-rambu yang dapat dipakai untuk menentukan apakah tax management itu legal (tax
avoidance) atau tidak (tax evasion), adalah ketentuan pidana Pasal 38, 39, 41, 41A, 41B, dan 43 Undang-
undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir oleh Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007
mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Acceptable Tax Avoidance & Unacceptable Tax Avoidance
Rohatgi menyebutkan bahwa di banyak Negara penghindaran pajak dibedakan atas penghindaran pajak yang
diperbolehkan (acceptable tax avoidance/tax planning/tax mitigation) dan yang tidak diperbolehkan (unacceptable
tax avoidance). Artinya, penghindaran pajak dapat dianggap illegal apabila transaksi yang dilakukan semata-mata
untuk tujuan penghindaran pajak atau tidak mempunyai tujuan bisnis yang baik (bonafide business purpose).
Antara satu Negara dengan Negara lainnya dapat saja mempunyai pandangan yang berbeda tentang skema
apa saja yang dapat dikategorikan sebagai acceptable tax avoidance atau unacceptable tax avoidance. Suatu
transaksi akan disebut sebagai unacceptable tax avoidance atau aggressive tax avoidance apabila memiliki
ciri-ciri: i). tidak memiliki tujuan usaha yang baik, ii). Semata-mata untuk menghindari pajak, iii). tidak
sesuai dengan spirit & intension of parliament, dan iv). Adanya transaksi yang direkayasa agar menimbulkan
biaya-biaya atau kerugian. Sebaliknya suatu transaksi digolongkan sebagai acceptable tax avoidance apabila
DOKUMEN
memenuhi karakteristik: memiliki tujuan usaha yang baik, bukan semata-mata untuk menghindari pajak,
sesuai dengan spirit & intention of parliament dan tidak melakukan transaksi yang direkayasa.
Senada dengan hal di atas Kessler menyatakan bahwa bentuk tax avoidance yang dilarang adalah jika
tindakan wajib pajak benar menurut “letter of the law” tapi tidak benar atau tidak sesuai dengan maksud
IAI
pembuat undang-undang (spirit and intension of parliament). Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan
bahwa istilah tax avoidance lebih komplek daripada istilah tax evasion.
4.3 Kebijakan Anti Tax Avoidance
Dalam upaya menghadapi praktik-praktik penghindaran pajak khususnya yang dilakukan oleh perusahaan
multinasional, pada umumnya suatu negara menerbitkan ketentuan pencegahan penghindaran pajak yang
bersifat khusus (Specific Anti Avoidance Rule/SAAR) yang diatur dalam undang-undang domestiknya,
seperti: controlled foreign company, arm’s length rule, advance pricing agreement, dan debt to equity ratio.
Dalam praktik di beberapa negara, specific anti avoidance rule efektif dalam upaya menangkal praktik-
praktik penghindaran pajak dan memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak. Selain ketentuan yang
bersifat khusus tersebut, di banyak negara juga diterbitkan ketentuan pencegahan penghindaran pajak
yang bersifat umum (General Anti Avoidance Rule/GAAR). Tujuan dibuatnya ketentuan pencegahan
penghindaran pajak yang bersifat umum ini adalah untuk mengantisipasi praktik penghindaran pajak
yang belum diatur dalam ketentuan yang bersifat khusus atau untuk melawan tindakan tax avoidance yang
pada saat dibuatnya peraturan belum belum dikenal. Hal tersebut dilakukan dengan alasan bahwa terdapat
kecenderungan praktik penghindaran pajak dari tahun ke tahun semakin canggih dan sulit untuk dideteksi
serta ditangkal hanya dengan mengandalkan Specific Anti Avoidance Rule. Dalam hal ini tax planning yang
dilakukan oleh wajib pajak tidak lagi bersifat defensive tax planning, melainkan sudah semakin offensive
yang sering dikenal dengan istilah aggresive tax planning. Lebih jauh Cooper mengatakan bahwa General
Anti Avoidance Rule harus memuat pembedaan antara transaksi yang tergolong acceptable tax avoidance
dan yang tergolong unacceptable tax avoidance karena tidak semua penghindaran pajak bersifat offensive.
Ikatan Akuntan Indonesia 81