Page 145 - MODUL AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH
P. 145
(a) Hukum Bersyirkah
Hukum melakukan melakukan syirkah pada prinsipnya adalah boleh (al-ibahah)
sebagai hukum asalnya, sebagaimana hukum asal jual-beli atau akad lainnya yang
menyebabkan berpindahnya kepemilikan objek akad. Akan tetapi, hukumnya bisa
bergeser menjadi sunah, wajib, makruh, atau haram. Berikut perinciannya :
1. Boleh (al-ibahah)
Hukum asal syirkah adalah boleh karena syirkah termasuk akad yang bersifat
pilihan (al-ikhtiyariyah), baik pada fase awal maupun keberlanjutannya. Oleh
karena itu, tidak sah syirkah yang bersifat idhithirariyah (mengandung
mudharat) dan dilakukan dibawah paksaan atau ancaman (al-ikrah).
2. Sunah (al-mandub)
Hukum syirkah menjadi sunah apabila dilakukan dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidup atau mitigasi risiko.
3. Wajib
Hukum syirkah dapat berubah menjadi wajib apabila syirkah yang dialami
mitra bersifat paksa (ijbari), seperti menerima harta warisan secara bersama.
4. Haram
Hukum bersyirkah berubah menjadi haram apabila dalam syirkah tersebut
terdapat unsur saling membantu dalam berbuat dosa dan permusuhan. Seperti
melakukan penimbunan dan penipuan.
5. Makruh
Hukum ber-syirkah berubah menjadi makruh apabila dalam syirkah tersebut
terdapat unsur yang dimakruhkan, diantaranya memperdagangkan benda-
benda yang dimakruhkan (seperti jual-beli binatang buas).
(b) Hukum Melakukan Syirkah Dengan Non Muslim
Imam Syafi’i menghukumi makruh secara mutlak orang Islam berserikat
(kerjasama perseroan) dengan orang kafir. Dalilnya adalah atsar riwayat Abu
137 | A K A D , T A T A K E L O L A D A N E T I K A S Y A R I A H