Page 173 - MODUL AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH
P. 173
kepada kami’. Kemudian para penduduk berjanji akan memberikan sejumlah
kambing. Seorang sahabat kemudian membacakan surat al-Fatihah dan
mengumpulkan ludah, lalu ludah itu ia seprotkan ke kepala kampong tersebut;
ia pun sembuh. Mereka kemudian menyerahkan kambing. Para sahabat
berkata: ‘Kita tidak boleh mengambil kambing ini sampai kita bertanya
kepada Nabi SAW. Beliau tertawa dan bersabda: “Bagaimana kalian tahu
bahwa surat al-Fatihah adalah ruqyah? Ambillah kambing tersebut dan
berilah saya bagian”. (HR. Bukhari).
(3) IJMA’ ULAMA
1. Wahbah Zuhaili dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa adillatuh menjelaskan
adanya ijma’ al-ummah (bukan ijma’ al-‘ulama) pada zaman sahabat Nabi
Muhammad SAW, mengenai bolehnya akad ijarah dikarenakan adanya
kebutuhna nyata bagi masyarakat untuk melakukan hal tersebut sebagaimana
kebutuhan nyata akan jual-beli.
2. Al-Syarkhasi dalam kitab al-Mabsuth (15/73), Ibn Rusyd dalam kitab Bidayat
al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid (2/218), dan Ibn Qudamah al-Maqdisi
dalam kitab al-Mughni (5/397) menjelaskan alasan kebolehan akad ijarah
adalah sama dengan alasan diperbolehkannya akad jual-beli.
C. RUKUN IJARAH
Menurut Wahbah Zuhaili dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa adillatuh, rukun ijarah
secara umum adalah:
1. Dua pihak yang berakad:
a. Mu’jir (pemberi sewa) pihak yang menyewakan barang.
b. Musta’jir (penerima sewa) pihak yang menyewa barang.
2. Al-ma’qud ‘alaih (mahal al-manfaah/ tempat terjadinya manfaat)
3. Manfa’ah (manaat barang atau jasa seseorang yang diterima musta’jir)
4. Ujrah (imbalan atas jasa diterima oleh mu’jir)
5. Shighat (pernyataan penawaran dan penerimaan/ al-ijab wa al-qabul)
164 | A K A D , T A T A K E L O L A D A N E T I K A S Y A R I A H