Page 34 - MODUL AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH
P. 34
(8) FATWA ULAMA FIQIH TENTANG RIBA
1. Al-Nawawi berkata, al-Mawardi berkata: Sahabat-sahabat kami (ulama
mazhab Syafi’i) berbeda pendapat tentang pengharaman riba yang ditegaskan
oleh al-Qur’an, atas dua pandangan. Pertama, pengharaman tersebut bersifat
mujmal (global) yang dijelaskan oleh sunnah. Setiap hukum tentang riba yang
dikemukakan oleh sunnah adalah merupakan penjelasan (bayan) terhadap
kemujmal-an al-Qur’an, baik riba naqd maupun riba nasi’ah. Kedua, bahwa
pengharaman riba dalam al-Qur’an sesung-guhnya hanya mencakup riba
nasa’ yang dikenal oleh masyarakat Jahiliah dan permintaan tambahan atas
harta (piutang) disebabkan penambahan masa (pelunasan). Salah seorang di
antara mereka apabila jatuh tempo pembayaran piutangnya dan pihak
berutang tidak membayarnya, ia menambahkan piutangnya dan
menambahkan pula masa pembayarannya. Hal seperti itu dilakukan lagi pada
saat jatuh tempo berikutnya. Itulah maksud firman Allah: “… janganlah
kamu memakan riba dengan berlipat ganda…”. Kemudian sunnah
menambahkan riba dalam pertukaran mata uang (naqd) terhadap bentuk riba
yang terdapat dalam al-Qur’an
2. Ibn al-‘Araby dalam Ahkam al-Qur’an; Riba dalam arti Bahasa adalah
kelebihan (tambahan). Sedangkan yang dimaksud dengan riba dalam al-
Qur’an adalah setiap kelebihan (tambahab) yang tidak mengharap imbalan.
3. Al-‘Aini dalam ‘Umdan al-Qari’: Arti dasar riba adalah kelebihan
(tambahan). Sedangkan arti riba dalam hukum Islam (syara’) adalah setiap
kelebihan (tambahan) pada harta pokok tanpa melalui akad jual beli
4. Al-Sarakhsyi dalam Al-Mabsuth: Riba adalah kelebihan (tambahan) tanpa
imbalan yang disyaratkan dalam jual beli.
5. Ar-Raghib al-Isfahani dalam AlMufradat fi Gharib al-Qur’an: Riba adalah
kelebihan (tambahan) pada harta pokok
6. Muhammad Ali al-Shabuni dalam Rawa-i’ al-Bayan: Riba adalah kelebihan
26 | A K A D , T A T A K E L O L A D A N E T I K A S Y A R I A H