Page 57 - MODUL AKAD, TATA KELOLA DAN ETIKA SYARIAH
P. 57
mengakui keabsahan dan kehalalan, yang perlu diperhatikan adalah dalil yang melarang
dan mengharamkannya. Sepanjang tidak terdapat dalil yang melarangnya, maka transaksi
muamalahsah dan halal hukumnya.
2. Kandungan nash Al-Qur’an dan hadis secara umum menunjukan kehalalan segala bentuk
jual beli, kecuali terdapat dalil khusus yang melarangnya. Yusuf Qardhawi mengatakan,
dalam surat al-Baqarah; 275 Allah menghalalkan segala bentuk jual beli secara umum,
baik jual beli muqâyadhah (barter), sharf (jual beli mata uang/valas), jual beli salam
ataupun jual beli mutlak serta bentuk jual beli lainnya. Semua jenis jual beli ini halal,
karena ia masuk dalam kategori jual beli yang dihalalkan Allah, dan tidak ada jual beli
yang haram kecuali terdapat nash dari Allah dan Rasulnya yang mengharamkannya.
3. Terdapat nash ulama fikih yang mengakui keabsahan akad ini, di antaranya pernyataan
Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm: “dan ketika seseorang memperlihatkan sebuah
barang tertentu kepada orang lain, dan berkata: “belikanlah aku barang ini, dan engkau
akan aku beri margin sekian”, kemudian orang tersebut mau untuk membelikannya,
maka jual beli tersebut diperbolehkan”. Namun demikian, orang yang meminta untuk
dibelikan tersebut memiliki hak khiyar, jika barang tersebut sesuai dengan kriterianya,
maka bisa dilanjutkan dengan akad jual beli dan akadnya sah, sebaliknya, jika tidak
sesuai, maka ia berhak untuk membatalkannya”. Berdasarkan pernyataan ini, dapat
disimpulkan bahwa Imam Syafi’i memperbolehkan transaksi Murâbahah li alÂmir bi al-
Syirâ, dengan syarat pembeli atau nasabah memiliki hak khiyar, yakni hak untuk
meneruskan atau membatalkan akad. Selain itu, penjual juga memiliki hak khiyar,
dengan demikian tidak terdapat janji yang mengikat kedua belah pihak.
4. Transaksi muamalah dibangun atas asas maslahat. Islam tidak melarang atau
mempermasalahkan bentuk transaksi apapun selama tidak ada unsur merugikan orang
lain seperti riba, atau terdapat indikasi dapat menimbulkan perpecahan dan permusuhan
seperti gharar dan maysir
5. Permasalahan pokok dalam muamalah adalah unsur kemaslahatan. Jika terdapat
maslahah maka sangat dimungkinkan transaksi tersebut diperbolehkan. Seperti halnya
diperbolehkannya akad istishna, padahal ia merupakan jual beli/bai‘ alma’dûm (obyek
tidak ada saat akad), karena adanya kebutuhan dan maslahah yang akan didapatkan, tidak
menimbulkan perselisihan dan sudah menjadi kebiasaan masyarakat.
6. Pendapat yang memperbolehkan bentuk murabahah ini dimaksudkan untuk
memudahkan persoalan hidup manusia. Syariah Islam datang untuk mempermudah
urusan manusia dan meringankan beban yang ditanggungnya. Banyak firman Allah yang
49 | A K A D , T A T A K E L O L A D A N E T I K A S Y A R I A H