Page 39 - Modul Pengantar Fikih Muamalah
P. 39
6. Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok bahasan.
7. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-
ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengkompromikan antara
yang amm (umum) dan yang khas (khusus), mutlak dan muqayyad (terikat), atau
yang pada dasarnya bertentangan, sehingga bertemu pada suatu kesimpulan yang
sama dan tidak memaksa.
(5) PENETAPAN HUKUM DENGAN HADITS
Selain Al Qur’an, Hadits merupakan sumber hukum kedua dalam Islam dengan dalil hadits:
“Aku tinggalkan dua pusaka pada kalian, jika kalian berpegang pada keduanya, niscaya
tidak akan tersesat. Yaitu kitab Allah (Al Qur’an) dan Sunnah Rasul-Nya.” (H.R Al Hakim
dari Abu Hurairah).
1. Takhrij Hadits
Takhrij menurut bahasa berasal dari kata “kharaja” yang memiliki arti ‘nampak’
atau ‘jelas’ dan berkumpulnya persoalan yang berlainan, menurut ahli bahasa takhrij
dimaknai ‘mengeluarkan’ (istinbath), ‘melatih’ atau ‘membiasakan’ (at tadrib), dan
‘menghadapkan’ (al tanjih). Sedangkan arti menurut istilah Mahmud Al Thahhan
“Takhrij adalah penunjukan terhadap tempat hadits di dalam sumber aslinya dan
dijelaskan sanad dan martabatnya sesuai kebutuhan.”
Terdapat tiga macam pendekatan takhrij (Ahmad, 2004):
a. Takhrij berdasarkan huruf pertama, yaitu metode takhrij dengan berdasarkan
pada huruf pertama matan hadits sesuai dengan urutan huruf-huruf hijaiyah
dan latin.
b. Takhrij hadits berdasarkan lafadz-lafadz yang terdapat dalam hadits, yaitu
metode takhrij hadits berdasarkan lafadz (kata) yang terdapat dalam matan
hadits, baik berupa kata benda maupun kata kerja.
c. Takhrij hadits berdasarkan tema/topik suatu masalah.
Dalam meneliti hadits setidaknya ada dua macam penelitian yang harus dilakukan, yaitu
meneliti sanad dan perawi hadits dan meneliti matan (isi) hadits (Ahmad, 2005):
35 | MODUL USAS PENGANTAR FIKIH MUAMALAH