Tentang SAK Umum

Standar Akuntansi Keuangan (SAK)

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) yang diterbitkan oleh Dewan Standar Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) dan Dewan Standar Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS IAI) serta peraturan regulator pasar modal untuk entitas yang berada di bawah pengawasannya.

Efektif 1 Januari 2015 yang berlaku di Indonesia secara garis besar akan konvergen dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) yang berlaku efektif 1 Januari 2014. DSAK IAI telah berhasil meminimalkan perbedaan antara kedua standar, dari tiga tahun di 1 januari 2012 menjadi satu tahun di 1 Januari 2015. Ini merupakan suatu bentuk komitmen Indonesia melalui DSAK IAI dalam memainkan perannya selaku satu-satunya anggota G20 di kawasan Asia Tenggara.

Selain SAK yang berbasis IFRS, DSAK IAI telah menerbitkan PSAK dan ISAK yang merupakan produk non-IFRS antara lain, seperti PSAK 28 dan PSAK 38, ISAK 31, ISAK 32, ISAK 35 dan ISAK 36.

Diharapakan dengan semakin sedikitnya perbedaan antara SAK dan IFRS dapat memberikan manfaat bagi pemanggku kepentingan di Indonesia. Perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik, regulator yang berusaha menciptakan infrastruktur pengaturan yang dibutuhkan, khususnya dalam transaksi pasar modal, serta pengguna informasi laporan keuangan dapat menggunakan SAK sebagai suatu panduan dalam meningkatkan kualitas informasi yang dihasilkan dalam laporan keuangan.

Penyusunan  SAK wajib mengikuti due process procedure yang telah ditetapkan dalam Peraturan Organisasi Ikatan Akuntan Indonesia. Proses tersebut meliputi : identifikasi isu; konsultasi isu dengan Dewan Konsultatif SAK (DKSAK) (jika diperlukan); melakukan riset terbatas; pembahasan materi SAK; pengesahan dan publikasi exposure draft; pelaksanaan public hearing; pelaksanaan limited hearing (jika diperlukan); pembahasan masukan publik; dan pengesahan SAK. Penyusunan annual improvements tidak wajib mengikuti due process public hearing. Sedangkan penyusunan produk lain non-SAK (misal siaran pers atau materi edukasi) tidak wajib mengikuti keseluruhan tahapan due process prosedur.