Navigate to:
23 Juni 2016 - Info IAI
Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) menyelenggarakan Workshop Pengembangan Kurikulum
Akuntansi sesuai Standar Internasional dan Kompetensi CA hari ini
(22/06) di Jakarta. Workshop ini bertujuan untuk sinkronisasi silabus
pengajaran S-1 Akuntansi dan mempermudah transfer knowledge agar
mampu menjembatani mahasiswa akuntansi menjadi akuntan profesional melalui
sertifikasi CA.
Acara ini diikuti
oleh para kepala program studi akuntansi dari lebih dari 100 perguruan tinggi
di seluruh Indonesia. Setelah ini, acara serupa juga akan dilaksanakan di
delapan kota besar lain di seluruh Indonesia. Workshop hari ini diselenggarakan
IAI dengan dukungan Bank Dunia dan Institute of Chartered Accountants
in England and Wales (ICAEW). Dalam kesempatan itu, IAI juga
menyelenggarakan yudisium terhadap lulusan ujian sertifikasi CA periode I dan
II tahun 2016.
Senior Financial
Management Specialist Bank Dunia Jakarta, Christina Donna dalam sambutannya
mengatakan, Akuntan Profesional yang memiliki kualifikasi sesuai standar
internasional mutlak diperlukan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi
untuk memberantas kemiskinan dan mendistribusikan kemakmuran di seluruh dunia.
Secara individu, kualifikasi itu juga akan mendukung pengembangan karier
seorang akuntan profesional di dunia bisnis.
Report on the
Observance of Standards and Codes (ROSC) Bank Dunia menyebutkan, Indonesia memerlukan banyak akuntan
profesional untuk mendukung pertumbuhan ekonominya. Karena itu Bank Dunia
mendukung agar profesi akuntan di Indonesia dapat mencapai standar
internasional. Keberadaan akuntan profesional dalam bisnis menjadi krusial
karena Bank Dunia berkepentingan membangun masyarakat yang berlandaskan
kepercayaan dimana tujuan akhirnya adalah memberantas kemiskinan.
Prioritas Bank
Dunia adalah menghapuskan kemiskinan di dunia dengan target optimistis menurunkan
kemiskinan hingga level terendah pada 2030. Berkurangnya angka kemiskinan akan
berimplikasi pada kemajuan perekonomian. Kondisi itu akan membuat akuntan
profesional dan laporan keuangan yang berkualitas makin dibutuhkan.
Menurut Donna,
untuk membangun profesi akuntan yang berkualitas, perguruan tinggi berperan
dalam menyiapkan calon akuntan yang memiliki basic requirement seperti
telah ditetapkan Internasional Accounting Education Standards Board (IAESB)
IFAC. Beberapa perguruan tinggi terkemuka di Indonesia telah menyesuaikan
kurikulumnya dengan standar tersebut, namun banyak perguruan tinggi lain belum
menggunakan standar itu. Padahal profesi dalam menetapkan standar ujian
sertifikasi untuk menuju akuntan profesional telah menggunakan standar ini.
Kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antar lulusan perguruan
tinggi.
Donna menambahkan,
Indonesia memiliki banyak akuntan profesional yang memenuhi kualitas setara
dengan akuntan global. Namun secara kuantitas, jumlahnya masih jauh dari cukup.
Kondisi ini juga terjadi di negara-negara ASEAN lainnya. Dalam ASEAN
Federation of Accountants (AFA) Report terbaru dinyatakan di sebagian
besar negara ASEAN terjadi kekurangan akuntan profesional yang sangat
signifikan.
Menurut anggota
Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI yang juga Anggota IAESB, Prof. Sidharta
Utama, Indonesia memiliki 265.498 mahasiswa akuntansi pada 2014 dan lebih dari
30 ribu lulusan S-1 Akuntansi setiap tahun. Namun dari jumlah itu hanya sedikit
yang akhirnya menjadi akuntan profesional dan menjadi anggota organisasi
profesi. Padahal dengan bergabung di profesi, seorang akuntan profesional dapat
terus mengembangkan kompetensi dan dijaga kode etiknya. “Kita harus mengejar
kuantitas akuntan agar memadai dalam mendukung perekonomian nasional. Namun
jangan sampai mengorbankan kualitas dalam upaya mengejar kuantitas itu,†tegas
Sidharta. “Sertifikasi Chartered Accountant (CA) Indonesia
dibangun untuk memenuhi kualifikasi itu,†ia menambahkan.
Sidharta
menambahkan, untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing
Indonesia di ranah global, diperlukan SDM akuntan profesional yang memadai
secara kualitas dan kuantitas. Ini juga sejalan dengan upaya yang dilakukan
negara-negara G-20 dan prioritas Bank Dunia terkait pengembangan SDM.
Pada kesempatan
yang sama, anggota Dewan Sertifikasi Akuntan Profesional (DSAP) IAI, Setio
Anggoro Dewo mengatakan, akuntan profesional hari ini selain harus memiliki
kompetensi inti, juga harus dibekali dengan berbagai skill lainnya.
Perkembangan model bisnis yang makin kompleks di era globalisasi, harus
diimbangi dengan penguasaan skill seperti teknik komunikasi
dan networking, teknologi informasi, database, teknik negosiasi, skill presentasi,
hingga kemampuan data analytic dan leadership.
CFO Trakindo Utama itu juga melihat akuntan sebagai CFO saat ini sudah harus terbiasa dengan customer experience dan data analytic dalam rangka memastikan peningkatan revenue. Karena itu, ia mengharapkan perguruan tinggi sebagai penyedia calon akuntan profesional, bisa menjadikan kebutuhan itu dalam penyusunan kurikulum pengajarannya. “Model bisnis di era revolusi digital sudah jauh berubah. Akuntan profesional harus mempersiapkan diri dan perguruan tinggi sebagai fondasi harus menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada,†ujarnya.