Navigate to:
28 September 2018 - Info IAI
Jakarta, 27 September 2018 - Indonesia dan hampir seluruh negara kini menghadapi masalah terkait aktivitas perpajakan lintas negara. Penelitian menyebutkan jika negara-negara berkembang hingga negara maju menghadapi potensi kerugian dari USD200 miliar hingga USD600 miliar setiap tahun terkait aktivitas ini. Karena itu, regulator dari berbagai negara sepakat untuk mengadopsi Base Erotion and Profit Shifting (BEPS) Action yang kini dikembangkan untuk menangkal aksi penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan-perusahaan multinasional.
Inilah latar belakang diselenggarakannya International Tax Conference oleh Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Pajak (IAI KAPj). Acara ini didukung oleh Bureau van Dijk dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dan sudah memasuki penyelenggaraan kelima pada tahun ini.
Adopsi BEPS Action dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan (compliance) dan transparansi di dunia perpajakan di Indonesia. Sekretaris Umum IAI KAPj, Permana Adi Saputra mengatakan, dari sisi compliance, banyak kewajiban yang harus dilakukan wajib pajak dalam BEPS Action. Di antaranya Country by Country Reporting sebagai bagian dari Transfer Pricing Documentation di dalam BEPS. Lalu lembaga keuangan juga diwajibkan untuk menyampaikan data nasabah di Indonesia kepada regulator, yang diwajibkan melalui Automatic Exchange of Information (AEoI).
Dengan compliance seperti ini, regulator memiliki informasi yang lebih lengkap sehingga menghindari terjadinya dispute antara regulator dan wajib pajak. Jika terjadi dispute, semua masalah bisa diselesaikan dengan lebih adil karena didukung oleh basis data yang lengkap. Kondisi ini pada akhirnya akan meningkatkan transparansi di dunia perpajakan Indonesia, termasuk dalam hubungannya dengan perpajakan internasional.
Sisi lain yang juga mengemuka dalam aspek perpajakan internasional adalah digitalisasi di dunia bisnis global. Digitalisasi ini mengharuskan regulator untuk membuat regulasi yang semakin baik dan mampu meng-capture setiap model transaksi yang terjadi, terutama transaksi lintas negara yang saat ini sudah menjadi fenomena umum di dunia bisnis. Menurut Permana, isu utama yang berkembang dalam digital ekonomi adalah bagaimana mencari hak pemajakan terkait bisnis digital, terutama yang terjadi lintas negara.
Banyaknya platform transaksi baru sebagai akibat berubahnya model bisnis di era digital, mengharuskan regulator, wajib pajak, dan kalangan pelaku bisnis untuk meng-update diri dengan perkembangan yang ada. DJP selaku regulator terus berupaya memperbaiki sistem dan layanan perpajakan. Di sisi lain, wajib pajak dan pelaku bisnis diminta untuk juga mengadopsi sistem digital ini untuk kemudahan mengelola aspek pemajakannya.
ITC kelima pada tahun 2018 ini dihadiri oleh dari 200 peserta, dan menampilkan pembicara dari dalam dan luar negeri. Termasuk regulator dari DJP, praktisi perpajakan dari dalam luar negeri, serta akademisi dan pelaku bisnis.
Informasi lebih lanjut tentang Ikatan Akuntan Indonesia, IAI KAPj, dan International Tax Conference, silakan kunjungi www.iaiglobal.or.id atau hubungi 021 31904232